Tindakan tersebut dimaksudkan dengan harapan Urip bisa lebih kalem dalam tingkah laku, serta karena sekolah putra sudah penuh.
Lulus dari ELM, Urip melanjutkan studi ke Sekolah Pendidikan Pegawai Pribumi atau OSVIA. Harapan orang tua adalah agar Urip bisa menjadi bupati kelak di kemudian hari.
Baca juga: Biografi Samanhudi, Pahlawan Nasional Asal Surakarta Pendiri Sarekat Dagang Islam
Namun pendidikan Urip di OSVIA tidak berjalan mulus. Pada tahun 1909 sang ibu meninggal yang membuat Urip sedih berkepanjangan.
Setelah bisa bangkit, Urip lantas mendaftarkan diri ke akademi militer di Meester Cornelis di Batavia.
Di sekolah inilah awal mula perkenalan Urip Sumoharjo dengan dunia militer, yang kemudian membesarkan namanya.
Urip Sumoharjo ditempatkan di Batalion XII. Di sana dia menjadi sosok paling kecil dan satu-satunya pribumi.
Namun demikian, Urip Sumoharjo justru diserahi tugasi untuk memimpin unitnya. Urip menjalani sejumlah tugas ke beberapa daerah di luar Jawa.
Pada tahun 1925, Urip ditugaskan di Magelang. Dia bertugas di Marechaussee te Voet, sebuah unit militer bentukan KNIL.
Memasuki tahun 1938, Urip memutuskan pensiun dari KNIL karena adanya perselisihan dan penolakannya saat dipindahkan.
Namun, pada tahun 1940 Urip harus kembali ke dunia militer karena adanya ancaman serangan dari Jepang.
Pada masa pendudukan Jepang, Urip sempat ditangkap dan dijebloskan dalam penjara.
Baca juga: Biografi Syafruddin Prawiranegara, Pahlawan Nasional Asal Banten Berjuluk Presiden yang Terlupakan
Urip Sumoharjo segera bergabung dengan kelompok militer sesaat setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indoneisa.
Pada 23 Agustus 1945, Urip memelopori petisi yang mendorong pembentukan formasi militer nasional.
Saat itu sudah ada Badan Keamanan Rakyat (BKR). Namun dalam perjalanannya, BKR ditetapkan sebagai organisasi kepolisian.
Sebagai badan ketentaraan, maka dibentuklan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pada 5 Oktober 1945.