Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
SOROT POLITIK

Temukan Toko Jual Pil Eksimer dan Ciu di Purwakarta, Dedi Mulyadi "Ngamuk"

Kompas.com - 21/02/2022, 11:31 WIB
Alifia Nuralita Rezqiana,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Dedi Mulyadi bersama Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) menemukan sebuah toko kosmetik yang menjual obat keras jenis eksimer di Maracang, Kecamatan Babakancikao, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat (Jabar).

“Ini barang dari mana? Ini barang apa?,” tanya anggota DPR yang akrab disapa Kang Dedi Mulyadi itu saat mendapati sebuah kotak berisi ribuan pil berwarna kuning yang dikemasi dengan plastik klip di toko kosmetik.

Pemilik toko kosmetik bernama Ria (25) asal Desa Langa, Kecamatan Syamtalira Bayu, Kabupaten Aceh Utara, Aceh, mengaku bahwa pil tersebut adalah obat eksimer dari seorang bos asal Aceh yang tinggal di Lhokseumawe.

“Asalnya (obat eksimer) saya nggak tahu. Ini biasa yang beli anak jalanan,” tutur Rian dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (21/2/2022).

Baca juga: Berkat Dedi Mulyadi, Pria Ini Kini Bisa Menikah dengan Pujaan Hatinya

Saat Kang Dedi Mulyadi tengah menanyai pemilik toko, tiba-tiba seorang petugas Satpol PP menemukan ribuan pil pewarna putih yang juga dikemas dalam plastik klip. Ribuan pil ini dimasukkan di dalam plastik hitam.

“Saya minta maaf,” ucap Rian.

Melihat hal itu, Kang Dedi Mulyadi pun naik pitam. Ia tak habis pikir mengapa seorang pendatang seperti Rian menjual obat keras yang dapat merusak generasi muda.

“Minta maaf bukan sama saya, tapi sama orangtua yang hatinya hancur, sama orangtua yang anak-anaknya ngamuk di rumah karena ketagihan obat ini!” tegas Kang Dedi Mulyadi.

“Ini ada air, sekarang minum (eksimer)!” tukasnya kepada Rian sambil menyodorkan botol air mineral dan pil eksimer.

Selain mendapati ribuan obat terlarang, Kang Dedi Mulyadi bersama petugas Satpol PP juga menemukan sebuah buku catatan transaksi.

Baca juga: Dedi Mulyadi Kecewa Mendag Tak Hadir dalam Rapat Gabungan Bahas Minyak Goreng

Dalam buku itu, tertera nilai transaksi yang telah disetorkan kepada seseorang bertuliskan Rp 53.000.000, Rp 27.000.000, dan terakhir Rp 10.000.000.

Kang Dedi Mulyadi mengatakan, penjual obat keras ilegal bisa beraksi karena pengawasan di tingkat rumah tanggal (RT), rukun warga (RW), kelurahan, dan desa tergolong lemah.

“Setiap ada pendatang, tidak pernah didata pekerjaannya apa, apa ya dilakukan. Bagaimana kalau terorisme? Ini lemah di tingkat bawah!” tegas Kang Dedi Mulyadi.

Pedagang ciu berjualan di tanah negara

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Dedi Mulyadi di depan papan keterangan tanah milik negara, Purwakarta, Jawa Barat.DOK. Humas DPR RI Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Dedi Mulyadi di depan papan keterangan tanah milik negara, Purwakarta, Jawa Barat.

Masih di daerah yang sama, Kang Dedi Mulyadi dan petugas Satpol PP juga menemukan pedagang barang ilegal lainnya, yaitu minuman keras (miras) oplosan berjenis ciu.

Pedagang itu berkamuflase menjadi pedagang furnitur di tanah milik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

“Bapak ini tempat jual furnitur kayu malah jadi tempat jual ciu, ngawur! Bapak ini (sudah) jualan kayu di tanah negara ditambah jual barang haram lagi,” ucap Kang Dedi Mulyadi kepada pedagang itu.

Saat ditemui Kang Dedi Mulyadi dan petugas Satpol PP, pedagang ciu masih berdalih bahwa tanah yang digunakannya untuk berjualan merupakan tanah milik sang adik.

Baca juga: Muncul Wacana Duet Anies-RK, Golkar Tetap Solid Persiapkan Airlangga Capres 2024

“Bapak membangun tanpa izin di tanah negara. Ini bukan hanya soal ciu, tapi ini tidak ada izin membangun. Harusnya bapak datang ke sini, usaha (dan) bikin nyaman di sini,” tukas Kang Dedi Mulyadi.

“Mau nggak anak-anak bapak suruh minum ini (ciu)? Kalau nggak mau kenapa dibiarkan meracuni anak lain? Bapak ini sudah jualan dapat untung berjualan kayu, kenapa malah jual barang haram begini?” tanyanya kepada pedagang ciu.

“Sekarang begini saja, bapak minum empat botol ciu, saya kasih hadiah Rp 10.000.000, mau?,” tanyanya dengan tegas.

“Bapak ini sudah kaya, sudah hidup dari kayu, tapi bapak sebentar lagi bangkrut karena perilaku bapak sendiri!” ujar Kang Dedi Mulyadi.

Ia menilai, perdagangan barang ilegal seperti pil eksimer dan ciu dalam jangka panjang dapat menghancurkan generasi muda dalam jumlah banyak di suatu daerah.

Baca juga: Dedi Mulyadi Jadi Bapak Angkat Korban Pemerkosaan Herry Wirawan, Sebut Vonis pada Terdakwa Tak Sesuai Harapan

“Ini saya yakin beredarnya (pedagang barang ilegal) ada di seluruh Jawa Barat, bahkan seluruh Indonesia. Saya minta jaringan ini dibongkar. Bukan oleh saya, tapi oleh aparat,” kata kang Dedi Mulyadi.

Petugas Satpol PP langsung membongkar seluruh bangunan liar, termasuk toko furnitur yang kedapatan menjual ciu.

Pembongkaran yang dilakukan menggunakan alat berat itu berhasil membuat bangunan ilegal pinggir Jembatan Tol Maracang menjadi rata dengan tanah.

“Inilah potret kehidupan kita. Ini plang larangan membangun sudah ada, pasalnya sudah ada, ancaman hukumannya sudah ada, tapi penindakan di lapangannya tidak ada,” tutur Kang Dedi Mulyadi yang turut mendampingi petugas Satpol PP saat membongkar bangunan liar.

Baca juga: Dedi Mulyadi Kagumi Perjuangan Warga Wadas: Inilah Nasionalisme Sejati

Pada kesempatan sama, ia menyarankan agar pemerintah daerah bisa bekerja sama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk menata ulang lokasi tersebut menjadi kawasan hijau.

Dengan demikian, kata dia, pemerintah dapat memberikan fasilitas bagi pedagang kuliner untuk berjualan secara legal di tanah milik negara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com