Syariat Islam di Aceh mulai diterapkan kembali pada masa pemerintahan Presiden BJ Habibie.
Saat itu masyarakat Aceh mengusulkan penerapan syariat Islam di wilayahnya kepada pemerintah pusat.
Presiden Habibie lantas merespons usulan itu dengan pemberlakuan UU Nomor 4 Tahun 1999.
Setelah itu, pemerintah Aceh mengatur pelaksanaan syariat Islam seperti aturan tentang khamar, perjudian dan perbuatan mesum.
Saat ini, Aceh memiliki Qanun Aceh Nomor 14 tahun 2014 tentang hukum jinayah yang menjadi dasar pelaksanaan syariat Islam.
Adapun setelah berakhirnya kerajaan Islam, hukuman cambuk di Aceh pertama kali dilakukan pada 24 Juni 2005 di depan Masjid Agung Bireuen.
Hukuman cambuk di Aceh diberikan dengan menyesuaikan pelanggaran yang dilakukan.
Secara umum, tujuan dari hukuman ini ada dua, yaitu secara fisik dan psikis.
Secara fisik, hukuman cambuk bertujuan untuk memberikan rasa sakit dan menimbulkan ketakutan bagi pelaku atau masyarakat yang menyaksikan.
Sedangkan tujuan secara psikis berkaitan dengan rasa malu karena pelaku dihukum di depan masyarakat luas.
Selain itu, hukuman ini juga bertujuan agar menimbulkan efek jera, sehingga masyarakat berpikir dua kali untuk melakukan tindakan tidak senonoh.
Sumber:
Ar-raniry.ac.id