"Sehingga berdasarkan kasus tersebut kita melaporkan ke Komnas HAM, karena pada prinsipnya itu sangat keji," ungkap Anis.
Nyaris semua tudingan Anis ini dibantah oleh para eks warga binaan yang beberapa tahun menghuni kerangkeng besi.
Sebagian besar dari mereka, dari hasil penelusuran saya, mereka kini bekerja di Pabrik Kelapa Sawit, milik Terbit yang berjarak sekitar 5 kilometer dari kerangkeng di rumah Terbit itu.
Saya memasuki pabrik kelapa sawit ini eksklusif di program AIMAN yang tayang di KompasTV pukul 20.30 WIB setiap hari Senin.
Saya menemukan rumah susun yang luas terdiri dari beberapa blok, dan dihuni para pekerja pabrik sawit.
Sebagian dari penghuni rumah susun ini, adalah eks warga binaan yang sebelumnya tersangkut masalah penyakit masyarakat, tidak hanya narkoba, melainkan judi, dan juga beberapa ada kasus penganiayaan di desa mereka di Langkat, Sumatera Utara.
Para warga di sana, lebih memilih untuk dibina di kerangkeng besi milik Bupati Langkat Nonaktif, Terbit Rencana Perangin-angin.
Rumah susun ini diberikan gratis, termasuk listrik dan air yang juga gratis.
Ada puluhan unit tempat tinggal untuk para pekerja di kompleks pabrik kelapa sawit milik sang Bupati yang menurut beberapa pegawainya, beberapa tahun lalu menjadi salah satu pemasok CPO (Crude Palm Oil) terbesar di Asia Tenggara untuk bahan baku minyak goreng dan bio-solar.
Suparman sang eks warga binaan yang kini menjadi pengawas para "warga binaan" ini menjawab semua tudingan.
"Ada sekitar 500 orang yang sudah sembuh di sana. Sebagian yang sudah sembuh dan punya skill, langsung dikaryawankan Pak Bupati. Jadi kita kasih skill dia mulai dari sortasi buah sawit, mesin, dan lainnya," kata Suparman Perangin-angin, salah satu eks "warga binaan" yang selama 2 tahun pernah dikurung di kerangkeng besi, setelah diantar keluarga karena sering berjudi.
"Kerja paksa itu enggak ada. Pemukulan itu juga tak ada. Warga yang menitipkan keluarganya di situ resah kalau itu ditutup. Mereka menolak," katanya.
Menurut dia, warga yang menitipkan keluarganya di tempat tersebut tidak dipungut biaya.
"Ada pemberitaan makan dua kali sehari. Tidak ada. Normal semua. Apa yang dimakan bupati itu yang dimakan mereka. Olahraga rohani dan tempa skill-nya berdasarkan kemampuannya," tambah Suparman.
Lalu mana yang benar?