Menurut Edi, dalam peraturan tersebut sudah disebutkan pihak-pihak yang berwenang membangun dan mengelola palang pintu pelintasan sebidang.
Jika pelintasan itu ada di jalan provinsi, yang berwenang adalah pemerintah provinsi. Sementara, jika pelintasan itu ada di jalan kabupaten atau kota, yang berwenang adalah pemerintah kabupaten atau kota setempat.
Edi mengatakan, Pemerintah Kota Blitar telah memberikan contoh bagi daerah lain karena telah membangun lima palang pintu pelintasan sebidang dengan pembiayaan sepenuhnya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Menurut Edi, Kota Blitar merupakan daerah pertama di Indonesia yang membangun lima palang pintu pelintasan sebidang sekaligus dengan biaya APBD.
"Saya harap nanti kita viralkan ini agar menjadi contoh bagi kota lain di Indonesia untuk ikut peduli menyelamatkan warganya dari kecelakaan di pelintasan sebidang," tegasnya.
Baca juga: Alun-alun dan Taman Kota Blitar Tutup Saat Tahun Baru, Wisata Makam Bung Karno Tetap Buka
Edi mengatakan, sebenarnya Kementerian Perhubungan memiliki kewenangan untuk menutup jalan yang bersilangan dengan rel kereta api. Namun hal itu tidak dimungkinkan lagi terutama di jalan-jalan yang telah menjadi jalur transportasi vital bagi masyarakat.
"Tidak mungkin lagi ditutup karena sudah digunakan secara masif oleh masyarakat. Dan (jika ditutup) bisa menghambat gerak ekonomi masyarakat kan," ujarnya.
Edi menambahkan, hingga saat ini sudah ada 1.200 titik palang pintu pelintasan sebidang yang dibangun dan dikelola oleh Kementerian Perhubungan dan PT KAI. Untuk saat ini, jumlah palang pintu yang dikelola PT KAI tidak akan bertambah.