Mereka diberikan pengarahan soal pekerjaan di BKKBN dan diminta secepatnya meluncur ke wilayah tugas masing-masing.
Rusnawi tidak menyangka bahwa momen yang seharusnya menjadi babak baru pengabdiannya sebagai aparatur negara, justru menjadi persoalan berat.
Tak lama berselang, ternyata NIP yang tercantum dalam surat keputusan pengangkatannya bodong alias tidak terdaftar di BKN.
Tentu saja nomor tersebut juga tidak diakui oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).
Alhasil, kas negara tidak bisa menggelontorkan gaji maupun tunjangan jabatan kepada Rusnawi selaku Kepala Perwakilan BKKBN NTB.
"Alurnya kan nomor induk kepegawaian atau NRP itu dari BKKBN, kemudian BKN dan KPPN. Orang di KPPN tidak bisa bayar (gaji dan tunjangan), karena nomornya bodong, tidak teregistrasi," ujar Ayah dua anak itu.
Karena tak kunjung mendapatkan haknya, pada 1 September 2020, Rusnawi memutuskan berhenti dari jabatannya.
Namun, kata dia, pemberhentian tersebut tak resmi. Rusnawi tak merinci pemberhentian tak resmi yang dimaksud.
Yang jelas, pada 1 Januari 2021, surat keputusan (SK) pengangkatannya dibatalkan.
Rusnawi mencoba mendapatkan haknya kembali dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negar (PTUN) pada 1 Februari 2021.
Kemudian pada Mei 2021, PTUN mengeluarkan putusan nomor 95/G/2021/PTUN.JKT yang isinya mengabulkan seluruh gugatan yang dilayangkan Rusnawi.
Pengadilan memerintahkan BKKBN untuk memproses dan memenuhi hak Rusnawi selaku pegawai negara.
"Sayangnya BKKBN justru tidak mengikuti perintah pengadilan. Mereka banding dan membawa kasus ini ke pengadilan tinggi," ujar Rusnawi.
Pada Maret 2021, Rusnawi juga sempat mengadukan kasusnya ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
Pengaduan pada Maret itu terkait dugaan kasus pemalsuan NIP di BKKBN.
Sebelum membuat aduan, Rusnawi telah melapor ke BKKBN pusat dan BKN. Namun, pengaduan yang disampaikan tidak membuahkan hasil.
Dalam surat tertanggal 16 Juni 2021 yang ditandatangani atas nama Direktur Tindak Pidana Umum Kasubdit I Kombes Wira Satya Triputra, dijelaskan bahwa Bareskrim telah mewawancarai Rusnawi selaku pelapor.
Kemudian meminta keterangan saksi dari pegawai dari BKKBN, panitia seleksi, dan pegawai BKN.
Dalam surat itu, Bareskrim mengatakan, mereka tidak menemukan unsur niat jahat. Namun, akan melanjutkan kasus jika putusan di pengadilan telah inkrah.
Sambil terus menunggu mendapatkan kembali haknya, Rusnawi pergi ke Bangka, Kepulauan Bangka Belitung untuk mencari kerja.
Kedatangan Rusnawi ke Bangka berbekal informasi dari kenalannya. Selain itu, Rusnawi juga pernah kuliah kerja nyata (KKN) di Bangka Tengah.
Berbekal ijazah pendidikan dokter yang dimilikinya, Rusnawi mendatangi sejumlah rumah sakit.
Ia mencoba melamar pekerjaan demi mendapatkan penghasilan bagi keluarganya.
"Sudah coba beberapa rumah sakit, kebetulan penuh. Saya spesialis kulit, akhirnya dapat di rumah sakit swasta, statusnya kontrak," kata Rusnawi.
Demi mendapatkan penghasilan tambahan, Rusnawi membuka layanan kesehatan yang bekerja sama dengan platform online.
Bekerja di rumah sakit dengan status kontrak, harus mengandalkan klaim dari pembayaran BPJS Kesehatan.
Itu pun pembayarannya bisa memakan waktu berbulan-bulan sejak klaim diajukan.
Beruntung Rusnawi masih memiliki simpanan dari uang pensiun anggota TNI.