Pertentangan, gunjingan, hingga perlawanan nyata juga pernah dilaluinya, namun dia tetap bersabar dan meyakini apa yang dia lakukan suatu saat akan berharga bagi warga Desa.
"Dulu lahan wisata Setigi hanyalah tempat sampah. Saya coba bersihkan dan rapikan. Bahkan di awal pembangunan Setigi, ada fasilitas warga yang dibakar warga," ujar dia.
Di satu sisi dia sadar, kondisi psikologi warga saat itu ada yang belum menerima jika dirinya terpilih menjadi kepala desa dalam pemilihan langsung.
"Masih ada sentimen itu wajar," ujar pria yang kini belum genap berusia 40 tahun itu.
Berjalan 2 tahun, warga mulai merasakan dampaknya.
Perlahan, Desa Sekapuk yang sebelumnya termasuk dalam kategori desa miskin kini mulai bangkit.
Semakin populernya Wisata Setigi secara tidak langsung juga mengangkat perekonomian warga Desa Sekapuk.
Warga mulai merasakan dampak ekonomi dengan menggerakkan sektor jasa dan UMKM produk makanan dan minuman seiring dengan semakin ramainya pengunjung Wisata Setigi.
Dia bersyukur, dalam kurun waktu 3 tahun bisa membuka lapangan kerja bagi 899 kepala keluarga.
"Alhamdulillah dari masyarakat yang pendapatan awalnya Rp 400.000 sebulan bisa menjadi kisaran Rp 6-7 juta perbulan," ujar Abdul Halim.
Mantan nahkoda kapal ini lantas membuka resep bagaimana mengomandoi warga desanya untuk bangkit dari status miskin dan tertinggal.
Resepnya, kata dia, harus 'gila', yang merupakan akronim dari gagasan, ide, langsung dan aksi.
"Resepnya tidak sulit semua kegiatan harus gila (gagasan, ide, langsung, aksi). Jangan terlalu lama dibahas," ucap dia.
Desa berpenduduk lebih dari 6.000 warga itu belakangan populer dengan sebutan Desa miliarder, karena hasil unit usahanya menyentuh angka miliaran rupiah per tahun, begitu juga pendapatan yang masuk ke pemerintah desa.
Ketua Bumdes Sekapuk Asjudi menuturkan, pihaknya saat ini menggerakkan 5 unit usaha, selain Wisata Setigi, juga Perusahaan Air Masyarakat (PAM), usaha multi jasa yang melayani simpan pinjam masyarakat, pengolahan sampah masyarakat, serta pengolahan tambang.
"Dari usaha-usaha tersebut, tahun lalu Bumdes berhasil meraup laba bersih sebesar Rp 7 miliar, sehingga mampu menyumbang Pendapatan Asli Desa (PAD) sebanyak Rp 2,047 miliar," kata Asjudi.
Baca juga: Uniknya Wisata Setigi di Gresik, Bukit Kapur yang Instagramable
Tahun ini pihaknya menarget laba Bumdes meningkat menjadi Rp 9,9 miliar dan menyumbang PAD desa sebesar Rp 3,412 miliar.
Dari hasil tersebut, pemerintah desa bisa memberikan beasiswa kepada pelajar asal Desa Sekapuk mulai SD, SMP, SMA hingga beasiswa untuk S1 (Sarjana) bagi anak-anak yang berprestasi dan dari keluarga kurang mampu.
"Ke depan kami akan berusaha memberikan insentif bagi warga yang usianya tidak lagi produktif," imbuhnya.
Sebagai desa miliarder, Desa Sekapuk memiliki lima kendaraan mewah untuk operasional yang dibeli secara tunai, yakni Alphard untuk Pemdes, Grand Livina untuk kelompok ibu-ibu PKK, Mazda Double Cabin untuk wisata, Expander untuk BUMDes, dan satu unit mobil ambulans standar Covid-19.
Menurut Abdul Halim, mobil mewah tersebut adalah bagian dari apresiasi pemerintah desa kepada warganya.
"Ini sebagai bukti bahwa warga Desa Sekapuk mampu bangkit dan sukses seperti sekarang," kata Abdul Halim.