“Saya masuk stasiun ini dari tahun 1980, waktu itu jadi tukang sapu di sini sampai sekarang jadi porter,” katanya saat ditemui di Stasiun Tugu Kota Yogyakarta, Jumat (20/8/2021).
Suratman, ayah dua anak ini, menceritakan, keadaan saat masa pandemi Covid-19 merupakan kondisi terberat dalam hidupnya.
Bagaimana tidak, sebelum pandemi, ia bisa mendapatkan penumpang yang menggunakan jasanya puluhan kali dalam satu hari.
Sekarang penumpang yang menggunakan jasanya bisa dihitung dengan jari setiap harinya.
"Pokoke sengsara karo sengsara (pokoknya sengsara dan sengsara)," katanya saat ditanya kondisi selama perpanjangan PPKM di Yogyakarta ini.
Baca juga: Polres Blora Terima Aduan Korban Arisan Online dengan Kerugian Capai Rp 43 Miliar
Akalnya tak pernah berhenti untuk menghadapi situasi ini. Untuk mempertahankan dapurnya tetap mengebul, ia rela untuk tinggal di Stasiun Tugu untuk sementara waktu. Hal itu dilakukan dengan satu tujuan, yakni agar ia tetap bisa mengirim uang ke rumahnya.
“Istri saya Wonosari, kalau saya pulang biaya Rp 35.000 sekali jalan. Kalau kayak gini saya lebih baik enggak pulang, tidur di stasiun di sini," katanya.
Suratman bercerita bahwa sebelum PPKM diterapkan atau sebelum pandemi, lebih tepatnya ia nglaju dari Wonosari ke Kota Yogyakarta.
"Dulu nglaju, kan ini satu hari satu malam, ini masuk besok 10 siang libur lagi. Untuk menghemat. Kedua perjalanan sana ke sini kan sayang, jadi untuk makan sehari-hari. Terkumpul saya kirim sana (rumah)," ujarnya.
Dengan cara itu, ia dapat mengirim uang ke Istrinya yang berada di Wonosari dan sesekali membelikan anaknya pulsa atau paket data. Walaupun ia tahu, tidur di stasiun berarti ia harus rela tidurnya diganggu gemuruh kereta.
Suratman mulai bercerita, pada pagi ini hingga siang hari baru ada dua mobil yang mengantarkan penumpang.
Berbeda dengan sebelum pandemi, penumpang sekarang ini sedikit sekali membawa barang.
Tarif yang dipatok bervariasi, mulai dari Rp 20.000. Tak jarang para penumpang memberikan tip atau uang lebih bagi para porter.
“Kalau sekarang saya jarang pulang sehari bisa mendapatkan Rp 60.000, yang penting itu telaten dan tetap bersabar karena rezeki ada yang atur,” katanya.
Ia tak bisa berlama-lama mengeluh karena kondisi ini tidak hanya dirinya rasakan. Tetapi, juga dirasakan oleh para pekerja lainnya.