Gadaikan sertifikat rumah
Karena merasa tak nyaman dengan teror tersebut, Afifah berupaya melunasi pinjamannya.
Dia menggadaikan sertifikat rumahnya dan uangnya ditransfer ke aplikasi tersebut sebesar Rp 20 juta.
"Jadi ada Rp 158 juta yang sudah dikembalikan, tapi masih ada tagihan Rp 48 juta. Kalau dihitung, saya malah rugi Rp 75 juta," ungkapnya.
Dia berharap kejadian yang menimpa dirinya tak dialami orang lain. Afifah berharap meski dalam kondisi terpepet sekalipun, jangan melakukan pengajuan utang di pinjaman online ilegal.
Baca juga: Bunga dan Denda Pinjol yang Tinggi Bisa Dipangkas, Simak Ulasan Hukumnya
Masuk penyidikan
Muhammad Sofyan dari Lembaga Penyuluhan Bantuan Hukum (LPBH) Nahdlatul Ulama Cabang Salatiga, kuasa hukum Afifah Muflihati guru honorer yang terjerat pinjaman online ilegal, menyampaikan kasus yang dialami kliennya saat ini sudah masuk ke tahap penyidikan.
"Kita sudah mendapat informasi status kasus yang dialami mbak Afifah sudah naik dari penyelidikan menjadi penyidikan," ujarnya Senin (16/8/2021).
Sofyan menyampaikan, dirinya juga telah diminta penyidik Ditreskrimsus Polda Jateng untuk melengkapi beberapa kekurangan berkas yang diperlukan.
"Kita terus mengawal kasus ini agar segera terselesaikan. Saat ini kita fokus ke perkara pidananya, yakni menyangkut teror, intimidasi, pencemaran nama baik, dan dugaan rekayasa foto pornografinya," paparnya.
Dijelaskan, setelah kasus Afifah mencuat, ada beberapa korban pinjol yang juga muncul dan berkonsultasi kepada dirinya.
"Ada juga yang memberi kuasa. Ini berarti meski pinjaman uang ini adalah ranah keperdataan dan privat, sudah termasuk ranah publik karena banyak orang yang terjerat," tegasnya.
Menurut Sofyan, masifnya iklan pinjaman online di media sosial melalui ponsel, menjadikan aplikasi tersebut mudah mendapatkan mangsa.
"Dalam kondisi ini saya nilai perlu ada tanggung jawab negara untuk melindungi rakyatnya. Benar ada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tapi itu hanya mengawasi lembaga yang terdaftar, padahal yang ilegal itu lebih banyak," paparnya.
Berdasar titik tolak kasus Afifah dan korban lain yang memberi kuasa kepada dirinya, Sofyan sedang merancang draft untuk mengajukan gugatan class action.
"Ini representasi dari para pemegang ponsel yang resah dengan maraknya pinjol, perlu dilakukan penertiban agar tidak ada korban-korban lain," ungkapnya.
Sofyan juga meminta agar masyarakat selektif dan berhati-hati serta belajar dari pengalaman korban pinjaman online ilegal.
"Kita tidak mau ada korban-korban baru lagi, sehingga berhati-hati saat memegang ponsel itu wajib hukumnya," tegasnya.
Hati-hati dengan syarat yang mudah
Sementara itu, Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) OJK Tongam L Tobing angkat bicara dalam diskusi webinar bertajuk Hati-hati Jebakan Pinjol Ilegal yang disiarkan daring, Jumat (6/8/2021).
Menurutnya, syarat yang diajukan oleh pinjol untuk layanan peminjaman uang memang lebih mudah dibandingkan sektor keuangan formal lainnya.
Namun, dia meminta masyarakat berhati-hati dengan hal tersebut.
Syarat mudah itulah yang biasanya membuat masyarakat terpancing menggunakan layanan.
"Kan kalau di lembaga keuangan formal banyak syaratnya, mulai dari fotokopi KTP, hingga verifikasi dokumen lain. Selain itu, kalau ke lembaga keuangan formal harus siapkan ongkos, waktu, belum lagi harus antre. Tapi kalau lewat pinjol, enggak kayak gitu, mudah. Makanya, banyak yang pakai," ujar Tongam.
Kehati-hatian diperlukan, lantaran saat ini banyak pinjol ilegal yang tidak terdaftar di OJK.
Dia menyebutkan, hingga saat ini tercatat hanya ada 121 pinjaman online yang resmi terdaftar di OJK.
Sisanya adalah ilegal.
"Pinjol legal itu hanya 121, itu yang terdaftar di OJK, lainnya (sisanya) ilegal. Ini turun dari dulu jumlahnya ada 150-an pinjol yang resmi di OJK atau legal," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.