OUV (Outsanding Universal Values) adalah salah satu kriteria penilaian UNESCO untuk penetapan warisan dunia.
UNESCO kemudian meminta Indonesia menyerahkan revisi amdal proyek itu yang selanjutnya akan ditinjau kembali oleh Uni Internasional untuk Konservasi Alam (International Union for Conservation of Nature, IUCN).
Mereka juga memberikan catatan supaya Indonesia memberikan informasi rinci dari rencana induk pariwisata terpadu yang menunjukkan bagaimana properti OUV akan dilindungi, dan bagaimana rencana mewujudkan pariwisata massal itu dapat memastikan perlindungan OUV.
Laporan ini memunculkan tanggapan beragam. Sebagian pegiat lingkungan menyebut peringatan itu "terlambat", namun sebagian lagi menyebutnya sebagai "kemenangan besar bagi konservasi."
Baca juga: UNESCO Minta Proyek TN Komodo Disetop, Walhi: Pemerintah Harus Akui Kekeliruan
Sebaliknya, seorang pejabat kementerian terkait mengatakan UNESCO semestinya "melakukan pengecekan" kepada pemerintah sebelum membuat penilaian.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno, Senin (2/8/2021), menganggap kemungkinan ada sedikit perbedaan antara yang diberitakan media dan apa yang terjadi di pertemuan UNESCO.
"Bagi kami, fokus pada Labuhan Bajo dan lima destinasi super prioritas ini menghadirkan pariwisata yang berkualitas dan berkelanjutan lingkungan," kata Sandiaga dalam jumpa pers daring.
BBC News Indonesia sudah menghubungi Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO, Arief Rachman, pada Kamis malam, namun belum ada tanggapan dan meminta untuk mengontak lagi Jumat (6/8/2021).
Baca juga: UNESCO Minta Proyek TN Komodo Disetop, Walhi: Pemerintah Harus Akui Kekeliruan
Dalam keterangan tertulis yang diterima BBC News Indonesia, Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK, Wiratno, mengatakan pembangunan infrastruktur seluas 1,3 hektar di kawasan Loh Buaya, Pulau Rinca, "agar layak sebagai fasilitas wisata premium".
"Saat ini prosentase pembangunan dermaga telah mencapai 95% dan pembangunan pusat informasi 76%, dan dijadwalkan pada Desember 2021 telah selesai," kata Wiratno.
Wiratno mengeklaim pembangunan di Pulau Rinca di TN Komodo tidak menimbulkan atau mengakibatkan dampak negatif terhadap Outstanding Universal Value (OUV) Situs Warisan Alam Dunia Taman Nasional Komodo.
Baca juga: Kronologi UNESCO Minta Stop Pembangunan Proyek di TN Komodo NTT
"[Dengan pembangunan infrastruktur berupa dek di atasi] turis akan jalan di atas, sehingga pengunjung tidak bersentuhan langsung dengan komodo," ujarnya.
Bentuk bangunannya nanti seperti "ekor komodo", ungkapnya dalam wawancara via telepon pada Kamis malam.
Menanggapi tuduhan bahwa proyek itu berdampak buruk pada ekosistem dan lingkungan, Wiratno mengaku "tidak menimbulkan atau mengakibatkan dampak negatif terhadap OUV."
Baca juga: Walhi NTT Minta Pemerintah Fokus Prioritaskan Konservasi TN Komodo, Bukan Urusan Wisatanya
Dia kemudian menegaskan tujuan pembangunan di Pulau Rinca hanyalah "mengganti sarana dan prasarana yang mana dan tidak layak" dengan "sarpras yang berstandar internasional."
Itulah sebabnya, dia mengaku proyek di Pulau Rinca tidak akan menganggu populasi komodo dan sumber pakan (rusa, kerbau, babi hutan), ekosistem savana, hingga hutan mangrove.
"Di sekitar lokasi pembangunan sarpras tersebut hanya terdapat 13 individu komodo, dari 60 individu komodo yang terdapat di Lembah Loh Buaya, di Pulau Rinca. Total populasi komodo di TN Komodo adalah 3.100 individu," akunya.
Baca juga: UNESCO Minta Hentikan Proyek Jurassic Park di TN Komodo, Ini Tanggapan Gubernur NTT
Menanggapi soal revisi amdal, Wiratno mengaku saat ini sedang dilakukan proses perbaikan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) untuk menyesuaikan dengan kaidah-kaidah yang ditetapkan oleh IUCN.
Menurutnya, target untuk menyampaikan keseluruhan dokumen EIA kepada WHC adalah akhir Agustus atau awal September 2021.