Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peringatan UNESCO dan Menyoal Masa Depan Proyek Pariwisata di Taman Nasional Komodo

Kompas.com - 06/08/2021, 11:30 WIB
Rachmawati

Editor

"Agar bisa direview oleh IUCN dan WHC sebelum Sidang WHC ke-45 tahun 2022," jelasnya.

"Tapi sebelum [dokumen EIA] diperiksa, [UNESCO] sudah buat decision [berupa dokumen peringatan kepada Indonesia], dan kita tidak punya hak untuk menjelaskan," kata Wiratno.

Seharusnya, demikian kata Wiratno, UNESCO bertanya kepada pemerintah Indonesia untuk mencek ulang data yang dia dapatkan dari pihak lain.

Baca juga: Apresiasi Permintaan UNESCO, Walhi Minta Pemerintah Hentikan Proyek di TN Komodo

Harus ubah total 'grand design' Taman Nasional Komodo

Gregorius Afioma, peneliti dari Sunspirit for Justice and Peace yang berbasis di Labuan Bajo menganggap klaim pemerintah bahwa mereka mengganti "sarana yang lama", telah mereduksi persoalan yang sebenarnya.

Menurutnya, pembangunan prasarana di Pulau Rinca telah mengubah "substansi dan paradigma pariwisata alam", di mana dia khawatir nantinya komodo akan seperti berada di kebun binatang.

"Kalau tidak ada rusa atau kerbaunya tidak bermain di arena itu, bagaimana komodo bisa ke sana. Otomatis nanti ada manipulasi treatment kepada komodo seperti perlakuan di kebun binatang," kata Gregorius kepada BBC News Indonesia, Kamis (05/08).

Dia juga khawatir pembangunan fisik di atas lahan itu akan mengubah lanskap di TNK yang merupakan ekosistem semua binatang yang ada di sana.

"Di lokasi yang dibangun bangunan itu, banyak komodo lalu-lalang," tambahnya.

Hal lain yang dia tekankan terkait 'perubahan paradigma wisata' di Pulau Rinca adalah dampaknya akan dirasakan masyarakat setempat yang selama ini menggantungkan pada pendekatan wisata alam.

"Di mana nanti semua aktor atau pelaku pebisnis sudah secara sistematis diserahkan kepada korporasi dan pemodal besar, dan membatasi ekonomi kecil," ujar Gregorius.

Dampak buruk lainnya yang dia khawatirkan dari perubahan paradigma wisata ini adalah lebih memetingkan sisi ekonomi ketimbang konservasinya.

Itulah sebabnya, Gregorius Afioma mendukung keputusan UNESCO yang memperingatkan pemerintah Indonesia terkait pembangunan proyek wisata ambisius di kawasan TNK.

Dukungan juga disuarakan pegiat lingkungan Venan Haryanto dari Sunspirit for Justice and Peace, serta Cypri Jehan Paju Dale, antropolog yang pernah meneliti komodo di TNK.

Baca juga: Turis Indonesia Dominasi Kunjungan ke TN Komodo pada Januari-Mei

Mereka kemudian meminta agar pemerintah Indonesia melakukan evaluasi total seluruh grand design tentang TNK.

"Mulai lagi [rancangannya] dari awal dan ekonomi pariwisata berkelanjutan dan masyarakat lokal," kata Cypri pada Kamis malam kepada BBC News Indonesia.

Cypri kemudian menjelaskan bahwa komodo adalah binatang purba yang mampu bertahan dari evolusi panjang. Mereka hanya mampu bertahan di sejumlah pulau di TNK.

"Jadi ini ekosistem alami tempat survive-nya binatang purba, dan mereka mampu bertahan karena faktor alamnya yang khusus," jelasnya.

"Nah, ketika pemerintah menjadikan ini kawasan strategis pariwisata nasional, dengan memasukkan bisnis di dalam bentang alami, maka komodo akan semain rentan terhadap climate crisis (krisis iklim)," imbuh Cypri

"Karena, habitat alaminya [komodo] yang sangat khusus, intervensi manusia akan sangat tinggi," tambah antropolog dari Center for Southeast Asian Studies, Kyoto University tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pria di Sumbawa Cabuli Anak Tetangga, Ditangkap Usai 2 Bulan Sembunyi di Lombok

Pria di Sumbawa Cabuli Anak Tetangga, Ditangkap Usai 2 Bulan Sembunyi di Lombok

Regional
Jelang Putusan MK, Sudirman Said: Apa Pun Putusannya, Hakim Akan Beri Catatan Penting

Jelang Putusan MK, Sudirman Said: Apa Pun Putusannya, Hakim Akan Beri Catatan Penting

Regional
Isak Tangis Keluarga di Makam Eks-Casis TNI Korban Pembunuhan Serda Adan

Isak Tangis Keluarga di Makam Eks-Casis TNI Korban Pembunuhan Serda Adan

Regional
Kecelakaan Maut di Wonogiri, Pengendara Motor Jatuh Sebelum Ditabrak Truk Pengangkut BBM

Kecelakaan Maut di Wonogiri, Pengendara Motor Jatuh Sebelum Ditabrak Truk Pengangkut BBM

Regional
Kaget Ada Mobil Tiba-tiba Putar Arah, Pelajar SMA di Brebes Tewas Terlindas Truk

Kaget Ada Mobil Tiba-tiba Putar Arah, Pelajar SMA di Brebes Tewas Terlindas Truk

Regional
Lebih dari Setahun, “Runway” Bandara Binuang Rusak Akibat Tanah Amblas

Lebih dari Setahun, “Runway” Bandara Binuang Rusak Akibat Tanah Amblas

Regional
Waspada Banjir dan Longsor, BMKG Prediksi Hujan Deras di Jateng Seminggu ke Depan

Waspada Banjir dan Longsor, BMKG Prediksi Hujan Deras di Jateng Seminggu ke Depan

Regional
Harus Alokasi Hibah Pilkada, Aceh Barat Daya Defisit Anggaran Rp 70 Miliar

Harus Alokasi Hibah Pilkada, Aceh Barat Daya Defisit Anggaran Rp 70 Miliar

Regional
2 Eks Pejabat Bank Banten Cabang Tangerang Didakwa Korupsi Kredit Fiktif Rp 782 Juta

2 Eks Pejabat Bank Banten Cabang Tangerang Didakwa Korupsi Kredit Fiktif Rp 782 Juta

Regional
Perbaikan Jembatan Terdampak Banjir di Lombok Utara Jadi Prioritas

Perbaikan Jembatan Terdampak Banjir di Lombok Utara Jadi Prioritas

Regional
PKS Usulkan Anggota DPR Nasir Djamil Jadi Cawalkot Banda Aceh

PKS Usulkan Anggota DPR Nasir Djamil Jadi Cawalkot Banda Aceh

Regional
Tak Terima Ibunya Dihina, Pria di Riau Bunuh Istrinya

Tak Terima Ibunya Dihina, Pria di Riau Bunuh Istrinya

Regional
Sambut Indonesia Emas 2045, GP Ansor Gelar Acara Gowes Sepeda Jakarta-Bogor

Sambut Indonesia Emas 2045, GP Ansor Gelar Acara Gowes Sepeda Jakarta-Bogor

Regional
Pengadaan Kapal Fiktif Rp 23,6 Miliar, Pengusaha Cilegon Divonis 4 Tahun Penjara

Pengadaan Kapal Fiktif Rp 23,6 Miliar, Pengusaha Cilegon Divonis 4 Tahun Penjara

Regional
5 Pemandian Air Panas Magelang, Ada yang Buka 24 Jam

5 Pemandian Air Panas Magelang, Ada yang Buka 24 Jam

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com