Saat menempuh pendidikan sekolah menengah atas (SMA), lelaki yang didapuk duta baca di Jambi ini berjualan kue.
Walaupun sekolah sambil jualan, prestasinya tetap moncer.
Dia pun mendapat kesempatan menerima jalur undangan seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN) di Program Studi Pendidikan Dokter, Universita Jambi.
"Saya sudah buang rasa malu, Mas. Kuliah pun saya tetap berjualan kue di kampus selama tiga tahun," ujar peraih juara lomba debat tingkat nasional ini.
Bahkan, setahun terakhir sebelum masuk koas, karena tekanan biaya tinggi untuk praktek dan membeli buku, Wahyu membawa dagangan berupa kue, nasi, sosis dan minuman ke dalam kelas.
Tidak pernah ada perundungan terhadap dirinya. Bahkan, beberapa orang teman turut membantu dia berjualan.
"Ketika koas tetap jualan dan alhamdulillah, uang hasil jualannya disisihkan Ibu, untuk beli buku, jajan, beli bensin motor," kata Wahyu.
Berkat kegigihan dan dukungan dari kedua orangtua, Wahyu mampu menyelesaikan pendidikan dokter selama 5,5 tahun.
Masa sulit terasa menghimpit ketika berhadapan dengan kebutuhan membeli buku, alat dan bahan pratikum, biaya print dan fotokopi.
Meski demikian, Wahyu selalu percaya bahwa bersamaan dengan kesulitan, selalu ada kemudahan.
Wahyu menyiasati dengan lebih selektif dalam membeli buku. Hanya yang paling penting dan langka yang dibeli.
Sisanya, dia meminjam di perpustakaan atau meminjam buku teman.
Usai buku-buku dipinjam, bermalam-malam dia mencatat intisari dari buku dan mencatat sendiri materi perkuliahan dari dosen.
Rangkuman catatan kuliah ternyata amat berguna. Maka dia menjualnya kepada teman kuliah atau adik tingkat, untuk menambah uang saku.
Penyemangat hidup saat dirinya mulai lelah adalah keinginan untuk menyenangkan kedua orangtua pada masa tuanya.
Lelaki yang mulai masuk kuliah kedokteran pada 2015 lalu itu kini meminta kedua orangtuanya tidak lagi bekerja, terutama Ibunya yang sudah sakit-sakitan.
Semangat juang menjadi dokter juga atas keinginan untuk melampaui Ayahnya, Najamudin, yang hanya tamatan SMP. Ibunya, Anisar, tidak tamat SD.