Serta motif bunga teratai atau lotus, yang menjadi simbol kemurnian dalam Budhisme dan kebudayaan China.
Baca juga: Mencicipi Nasi Buk, Kuliner Khas Madura yang Berkembang di Kota Malang
“Rumah-rumahnya terutama ukiran-ukiran itu jadi buruan kolektor,” ujar Sahril, warga Bangkalan dikutip dari nationalgeographic.grid.id.
Ia bercerita sekitar 30 tahun lalu, rumah Bheley banyak ditemukan di sudut kampungnya. Namun rumah tradisonal tesebut kini dikepung rumah megah berlantai dan berdinding keramik.
“Hasil warga menjadi TKI di Malaysia,” ungkap Sahril sambil menceritakan banyaknya warga desanya yang mengadu nasib ke negeri jiran.
Sahril pun menyayangkan hilangnya rumah-rumah tradisional Labuhan beserta furniturnya.
“Tinggal sisa itu saja, furnitur kuno ya sudah tidak ada, semoga rumah-rumah ini tetap ada,” kata dia.
Baca juga: Upacara Virtual, Mahfud MD Pilih Kenakan Baju Tukang Sate Madura
Madura memiliki sejarah panjang dengan berlapis kebudayaan.
Madura pernah berada di bawah kerajaan Hindu Kediri (1042-1222), Singhasari (1222-1292), Majapahit (1293-1500).
Nama dan asal usul Madura pun tercatat dalam Negarakertagama (1365) karangan Empu Prapanca yang ditulis pada masa Kerajaan Majapahit pun menunjukkan bahwa daratan Madura menjadi satu dengan Pulau Jawa.
Dengan keberadaan Jalur Sutera Maritim dan Jalur Rempah di kawasan timur Nusantara, Madura juga menjadi tempat singgah kapal-kapal dagang Arab, China dan lainnya sampai kemudian bangsa Eropa datang berburu rempah-rempah.
Baca juga: Mengenal Kucing Busok, Leopard dari Pulau Raas Madura dan Upaya Diakui Dunia
Tak heran, banyak bentuk akulturasi budaya yang membentuk identitas Madura dan masyarakatnya saat ini.
Madura juga pernah disebut-sebut dalam kronik China yang berjudul Yingya Shenglanyang ditulis oleh Mahuan tahun 1416 dan Shun Feng Xiang Songyang ditulis era Dinasti Ming (1368-1398) tepatnya pada masa Ekspedisi Cheng He.
Dalam kronik Yingya Shenglan, Madura disebut Zhong Jia Luo (Groeneveldt dalam Notes on The Malay Archipelago and Malacca membuat transkripsinya dengan sebutan Tiong Ka La).
Baca juga: Kasus Covid-19 Melonjak, Mahfud Batalkan Jadi Wali Nikah Keponakannya di Madura
"Laki laki dan perempuan memiliki rambut yang digelung, pakaiannya dari katun dan mengenakan sarung bergaris. Mereka merebus air laut dan membuat garam, mereka juga membuat arak dari fermentasi beras ketan. Barang ekspornya berupa kijang, burung beo, katun, biji cokelat, dan kain kasa. Barang impornya berupa perak dan sutera motif bunga.”
Baca juga: Tak Hanya Sate Ayam, Cicipi Lorjuk Kuliner Seafood Khas Madura