KOMPAS.com - Ribuan ikan nila milik para petani di karamba yang ada di Waduk Gajah Mungkur dilaporkan mati mendadak usai hujan deras mengguyur kawasan tersebut.
Oleh pemiliknya, ikan nila sebanyak 40 ton yang mati dikubur. Sementara sisanya dibiarkan dan tidak dipanen lebih awal karena selama pandemi, pasaran ikan sedang lesu.
Waduk Gajah Mungkur yang berada di Kabupaten Wonogiri diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 17 November 1981.
Proses pembangunan waduk yang berjarak 6 kilometer ke arah barat daya Kota Wonogiri itu dimulai sejak tahun 1974.
Baca juga: Mati Mendadak, 1,5 Ton Ikan Nila di Waduk Gajah Mungkur Dikubur, Pemilik Rugi Puluhan Juta Rupiah
Waduk tersebut adalah satu dari empat waduk besar yang dibangun dalam proyek Bengawan Solo.
Proyek tersebut dilakukan untuk mengendalikan sifat-sifat air sungai Bengawan Solo yang merusak dan menjadikannya lebih bermanfaat.
Untuk membangun waduk tersebut, tidak kurang 51 desa ditenggelamkan dan lebih dari 13.000 kepala keluarga dipindahkan karena tanah serta sawahnya tergenang air bendung.
Baca juga: Ribuan Ikan Mendadak Mati di Karamba Waduk Gajah Mungkur Wonogiri, Kebanyakan Siap Panen
Sebagian besar dari mereka transmigrasi ke Sumater Barat, Jambi, Bengkulu, dan Sumatera Selatan.
"Pengorbanan itupun diminta dari sebagian masyarakat daerah Wonogiri untuk kepentingan penyelesaian bendungan ini," kata Soeharto saat menyampaikan pidato peresmian Waduh Gajah Mungkur.
Kala itu, Presiden Soeharto menantangani batu prasasti sebelum menekan tombol yang diiringi deburan air pada aliran-aliran pembuang waduk.
Baca juga: Pintu Air Waduk Gajah Mungkur Dibuka, 2 Kelurahan di Wonogiri Terendam
Anggaran yang dikeluarkan untuk pembangunan Waduk Gajah Mungkur tidak kurang dari Rp 55 miliar, di antaranya Rp 34 miliar dari APBN dan sisanya merupakan bantuan Pemerintah Jepang.
Pengeluaran anggaran terbesar adalah untuk memindahkan 13.000 KK dan pembebasan lahan.
Baca juga: Curah Hujan Tinggi, Pintu Air Waduk Gajah Mungkur Wonogiri Dibuka
Secara teknis, Waduk Gajah Mungkur direncanakan mampu bertahan selama 100 tahun, dengan catatan endapan lumpur yang masuk setiap tahunnya tidak lebih dari 1,5 juta meter kubik.
Dengan daya tampung 750 juta meter kubik air, maka Waduk Gajah Mungkur merupakan waduk terbesar di Jawa Tengah dan salah satu yang terbesar di Indonesia.