Ia ziarah ke makam Sastro dan mendapati kubur ayahnya yang tidak terurus, penuh semak belukar. Kompleks makam pun terlihat serupa, tidak terawat.
Waluyo mengaku merasa bersalah tidak merawat baik ayahnya. Ia terpanggil untuk menyumbangkan bakti pada kedua orangtuanya.
Tak lagi memiliki tempat tinggal di tanah kelahirannya itu. Ia lantas bertekad untuk tinggal dekat kubur Sastro, merawat kuburnya, hingga batas di mana nanti ia memutuskan membali pulang ke Lampung.
“Saya ingin membalas budi bapak saya yang memberi sesuatu (dari warisan terdahulu jadi modal merantau) pada saya,” katanya.
Tiap kali bercerita, ia mengakhiri dengan senyum lebar yang menonjolkan giginya yang rapi.
Baca juga: Kisah Pilu Perempuan Dianiaya Sadis oleh Suami karena Menolak Hal Sepele
Sembari bercerita, ia juga tak lepas dari sebatang rokok. Jari jempol tangan kiri selalu bergetar.
Sejak itu, ia membersihkan makam Sastro dan para leluhurnya, juga kawasan kompleks pada umumnya.
Ia mengecat cungkup besar di mana ia bernaung, mengecat gerbang masuk komplek kubur, memperbaiki beberapa dinding pagar komplek yang rusak ringan atau keropos, membuat jalan corblok, menanami dengan pohon hias, hingga membantu memperbaiki beberapa kubur baru yang ambles karena hujan.
Waluyo bisa membuatnya jadi bagus, bersih, dan terang.
Terbersit kesan mendalam bagaimana pemakaman tidak ada suasana angker dan seram.
Awalnya, Waluyo membiayai usaha ini pakai uang pribadi yang diperoleh dari menjual ikan yang ditangkap dari sungai pinggir makam. Ia mengaku pantang meminta-minta.
Seiring waktu, warga mulai menerima dirinya. Ada saja warga yang meminta dirinya membantu mengerjakan banyak hal.
Peluang mendapatkan uang terbuka, mulai dari bekerja serabutan, menggali makam, merawat kebun warga, hingga sumbangan dan bantuan warga turut mengalir.
Bahkan, kata dia, kerap menerima tali asih dari peziarah yang senang makam keluarganya bersih. Tali asih itu kerap banyak jumlahnya pada hari raya keagamaan.
“Rata-rata sekarang bisa mendapat uang tapi tidak tentu sehari,” kata Waluyo.
Baca juga: Seorang Pria Kabur Usai Bunuh Tetangganya, Polisi: Dia Sembunyi di Kuburan Saat Ditangkap
Ia menggunakan uang yang diperoleh untuk kebutuhan sehari-hari. Sebagian disisihkan untuk memperindah kawasan pekuburan.
Belum ada niat untuk berhenti dari kegiatan ini. Menurutnya, ia akan terus seperti ini sampai batas rasa puasnya terwujud.
Lantas, ia bisa meninggalkan pemakaman itu dengan suka cita dan kembali ke Lampung. Namun dengan syarat.
“Ada orang yang menggantikan saya untuk merawat kubur ini. Karena kalau tidak ada yang merawat maka akan kembali banyak yang rusak. Baru kemudian saya kembali ke Lampung,” katanya.
“Saya sudah ada pandangan warga yang sedia merawat. Orangnya rajin, tapi masih saya jajaki. Hasilnya sebenarnya lumayan,” katanya.