Meski Sunda memiliki kerajaan besar, sambung Budi, pola kekuasaannya tidak menganut sistem imperium, layaknya kerajaan besar di Jawa.
Kepemimpinan kerajaan Sunda lebih terfokus pada penataan masyarakat ke dalam, bukan penaklukan keluar wilayah.
"Kekuatan besar yang mampu menjatuhkan masyarakat itu tidak ada di Sunda, sehingga satuan politiknya lebih bersifat lokal,” tutur Budi.
Hingga kini, representasi politik Sunda masih rendah secara nasional. Padahal, orang Sunda kecenderungannya lebih punya visi politik yang populis. Hanya saja, orientasinya lebih lokal, tidak kosmopolitan.
“Konsekuensinya, politiknya kepemimpinan Sunda memang sulit berbicara pada tingkat nasional karena orientasi kepemimpinannya lebih tetap bersifat lokal, tidak luas atau kosmopolis. Populis, tetapi orang Sunda tidak bisa membangun kekuatan populis yang kosmopolis,” papar Budi.
Sementara itu, Dosen Psikologi Unpad Yus Nugraha mengungkapkan, nilai-nilai kesundaan menjadi modal bagi orang Sunda untuk bisa menjadi pemimpin.
Nilai-nilai seperti cageur, bener, bageur, pinter, dan singer merupakan nilai jati diri Sunda yang mampu memberikan sumbangsih bagi pembangunan karakter bangsa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.