Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Semanggi Suroboyo, Sisi Lain Kota Surabaya yang Terlupakan

Kompas.com - 15/05/2021, 09:01 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - "Semanggi suroboyo, lontong balap wonokromo...Di makan enak sekali, sayur semanggi krupuk puli. Bung mari.... Harganya sangat murah, sayur semanggi suroboyo. Didukung serta dijual, masuk kampung, keluar kampung..."

Lirik di atas lagu klasik yang berjudul Semanggi Surboyo yang digubah oleh seorang musisi keroncong, S. Padmini pada tahun 1950-an.

Lagu klasik yang menggambarkan kudapan Semanggi yang dijual dan kerap dikonsumsi oleh warga Surabaya.

Tak hanya dilirik lagu. Gambaran penjual semanggi juga muncul di kesenian ludruk yang membawakan cerita tentang kehidupan sehari-hari warga kampung khususnya di Surabaya.

Baca juga: Semanggi Suroboyo, Kuliner Khas Surabaya yang Mulai Langka

Biasanya penjual semanggi akan diperankan sosok perempuan yang berjalan kenes dan berteriak-teriak menawarkan dagangannya.

Peran tersebut menjadi sosok figuran yang mampu menghadirkan dialog-dialog ringan di tengah para pemeran utama.

“Dulu, setiap penampilan kelompok ludruknya Markuat, selalu ada tokoh Maryam, si cantik penjual semanggi,” kata Kasmuri.

Kamsuri adalah suami Jami, seorang perempuan yang berjualan semanggi selama 15 tahun. Jami dan Kamsuri adalah suami istri yang tinggal di Desa Kendung, Kecamatan Benowo, Surabaya yang dikenal sebagai "kampung semanggi" karena sebagian warganya berprofesi sebagai penjaja semanggi.

Baca juga: Risma Patenkan Rujak Uleg dan Semanggi Suroboyo

Kudapan klangenan pengobat rindu

Semanggi Suroboyo, merupakan kuliner khas Surabaya yang mirip dengan nasi pecel. Semanggi Suroboyo kini mulai sulit ditemukan. SURYA/WIWIT PURWANTO Semanggi Suroboyo, merupakan kuliner khas Surabaya yang mirip dengan nasi pecel. Semanggi Suroboyo kini mulai sulit ditemukan.
Semanggi lebih pantas disebut kudapan dari pada makanan karena sifatnya ringan dan tak mengenyangkan. Bahan baku utamannya semanggi (Marsilea crenata) yang masuk kelompok tumbuhan paku air.

Saat disajikan, semanggi yang direbus dilengkapi dengan kecambah dan kembang turi disiram dengan saus pedas seperti bumbu pecel yang berbahan dasar ketela.

Jika ingin paket lengkap, pembeli dapat meminta tambahn rebusan daun ketela dan tempe.

Baca juga: Sepiring Rabeg Makanan Kecintaan Sultan Banten, tentang Kenangan Kota Kecil di Tepi Laut Merah

“Sebetulnya dulu, selain tempe juga bisa dimakan dengan dideh, tetapi karena banyak pelanggan adalah pemeluk Islam yang taat, akhirnya saya disarankan untuk tidak menjualnya lagi” kata seorang ibu penjaja semanggi dikutip dari nationalgeographic.id.

Dideh atau marus adalah olahan darah beku hewan yang cukup populer sebagai penganan di Jawa.

Walapun sederhana, sepincuk semanggi menjadi semacam klangenan pengobat rindu. Karena rasa khasnya tidak bisa ditemukan di daerah lain selain di Surabaya.

Baca juga: Cerita di Sepiring Nasi Pecel, dari Suguhan Ki Gede Pemanahan hingga Ditulis di Serat Centhini

Semanggi disajikan secara tradisional di atas pincuk daun pisang. Tanpa sendok, tanpa garpu, tanpa nasi, tanpa lontong. Untuk pengganti sendok, penjual akan memberikan selembar kerupuk puli.

Jika kerupuknya tandas sebelum pecel semangginya habis, maka pembeli bisa meminta selembar lagi kerupuk puli.

Cara makan yang khas memberikan sebuah pengalaman yang melekat kuat pada penikmatnya.

Sayangnya, keberadaan penjual semanggi di Surabaya semakin sulit ditemui. Para penjualnya bersifat dinamis dan bergerak menyusuri ruas-ruas jalan kota di Surabaya.

Baca juga: Perjalanan Sejarah di Sepiring Lontong Cap Go Meh

Kampung Semanggi di Surabaya

ILUSTRASI - Patung Sura dan Baya, Surabaya, Jawa TimurPriyonounyil / Shutterstock.com ILUSTRASI - Patung Sura dan Baya, Surabaya, Jawa Timur
Jami yang tinggal di Desa Kendung tak tahu sejak kapan kampungnya dikenal sebagai kampung semanggi, pusat penjaja semanggi keliling di Surabaya.

Yang ia ingat, ibu dan neneknya adalah penjual semanggi yang menjajakan dagangannya dengan jalan kaki pusat kota.

“Nenek saya pernah cerita, dulu untuk berjualan semanggi, mereka harus jalan kaki ke pusat kota. Pulangnya beberapa hari sekali untuk mengambil pasokan semanggi di Benowo,” kata Jami yang saat ini juga berdagang semanggi.

Baca juga: Mencicipi Nasi Buk, Kuliner Khas Madura yang Berkembang di Kota Malang

Desa Kendung berada di wilayah pinggiran Kota Surabaya yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Gresik.

Konon, hanya di Desa Kedunf dan beberapa desa sekitarnya seperti Sememi dan Pakal, sawah-sawah yang ditanami semanggi masih bisa ditemukan.

Namun keberadaanya telah berubah karena banyak sawah semanggi yang berganti perumahan.

“Sekarang sawah-sawah semanggi habis berganti menjadi perumahan,” ujar Jami yang merupakan penduduk asli Desa Kendung.

Baca juga: Mencicipi Nasi Kentut Khas Medan, Berbahan Daun Sembukan yang Kaya Manfaat

Warga menikmati suasana Taman Bungkul di Surabaya, Rabu (3/8/2016). Keindahan dan kenyamanan membuat Kota Surabaya menjadi tempat wisata yang memadai.KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA Warga menikmati suasana Taman Bungkul di Surabaya, Rabu (3/8/2016). Keindahan dan kenyamanan membuat Kota Surabaya menjadi tempat wisata yang memadai.
Ia masih ingat, dahulu desanya dipenuhi oleh semanggi yang tumbuh liar di pematang sawah dan lahan kosong. Setiap hari, orang bisa memetik semanggi dengan bebas untuk dikonsumsi atau dijual lagi.

Budayawan Dukut Imam Widodo dalam bukunya Monggo Dipun Badhog yang memuat sketsa-sketsa panganan tradisional Surabaya, juga menulis:

“… dengan banyaknya sawah-sawah yang digusur dibuat perumahan, maka tumbuhan semanggi pun mendekati kepunahan.”

Tumbuhan semanggi yang semula tumbuh bebas dan liar pun semakin tidak mendapat tempat untuk tumbuh.

Baca juga: Asal-usul Kampung Gelgel, Desa Islam Tertua di Bali, Berasal dari 40 Prajurit Muslim dari Majapahit

Keadaan tersebut sejurus dengan munculnya pandangan bahwa semanggi adalah tumbuhan kotor dan penganane wong kere di sebagian benak masyarakat. Stigma tersebut membuat pamor semanggi semakin redup.

Meski begitu, ada beberapa orang yang kemudian membudidayakan semanggi di lahan persawahan.

Para pemilik lahan inilah yang kemudian memasok kebutuhan sehari-hari para pedagang.

Mereka berkeliling di setiap rumah para penjaja semanggi untuk mengirim semanggi dan ketela yang dibutuhkan para penjaja.

Baca juga: Masih Zona Merah, 13 RT di Surabaya Tidak Diizinkan Gelar Shalat Idul Fitri di Masjid

Setiap siang, Jami mendapatkan satu kresek daun semanggi dan empat kilo ketela dari para juragan.

Bahan lainnya; seperempat kilo lombok, setengah kilo gula merah, dan setengah kilo kacang tanah, ia beli sendiri.

“Kalau hari minggu, takarannya bisa lebih dari biasanya,” ujar Jami.

Baca juga: Ini Sanksi bagi Warga yang Nekat Melakukan Takbir Keliling di Surabaya

Mengolah semanggi sejak jam 3 pagi

Ilustrasi bumbu kacang pedas, biasanya untuk pecel. SHUTTERSTOCK/EVRI ONEFIVE Ilustrasi bumbu kacang pedas, biasanya untuk pecel.
Jami memulai aktivitasnya mengolah semanggi sejak jam tiga dini hari.

Sebelum dikukus, daun semanggi harus melalui proses pelayuan dahulu dengan disimpan di dalam sebuah kantung plastik.

Proses ini berguna untuk mendapatkan tekstur semanggi yang spesifik

Sedangkan ketela, lombok, gula merah, kacang tanah, dan beberapa bumbu lainnya diolah menjadi sambal padat yang baru akan diencerkan ketika pembeli tiba.

Biasanya, setiap penjaja semanggi memiliki resep sambal yang berbeda-beda. Kualitas dari sambal ketela inilah yang menjadi pembeda antara penjual semanggi yang satu dengan lainnya.

Baca juga: Menyelisik Asal-usul Istilah Lebaran

“Banyak pelanggan saya suka karena sambal saya lebih enak, semangginya pun gurih,” kata Jami.

Pukul tujuh pagi. Para penjaja semanggi, sekumpulan ibu-ibu yang menggendong keranjang besar di punggungnya, berkumpul di tepi lapangan Desa Kendung untuk berangkat bersama menuju pusat kota Surabaya.

Semanggi dan sambalnya siap untuk dijajakan. Mereka kemudian menaiki angkot hingga daerah Kupang.

Di Kupang, mereka akan beristirahat sejenak sembari membeli lembar-lembar daun pisang untuk membuat pincuk. Selanjutnya, dari Kupang, ibu-ibu penjaja semanggi mulai berpencar keliling Surabaya.

Baca juga: Pakar Unair: Asal-usul Tradisi Mudik di Indonesia

Di kala usianya yang berusia lanjut, Jami sudah tidak mampu berjalan jauh.

Mulanya ia melakukan ini sebagai tambahan ekonomi keluarga, karena upah yang diterima Kasmuri sebagai buruh angkut di Tanjung Perak tak cukup untuk membiayai anak-anaknya sekolah.

Melalui langkah-langkah kecil Jami di tengah panasnya udara Surabaya, hasilnya mampu untuk memberi pendidikan yang layak bagi anak-anaknya.

“Setelah ibu, adakah anak-anak yang akan melanjutkan pekerjaan ini?”. Sambil tersenyum, Jami menggeleng perlahan.

"Kangkung turi cukulan dicampurnya. San tak lupa tempenya. Mari bung, coba beli, sepincuk hanya setali tentu memuaskan hati. Mari beli, sayur semanggi..."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKS dan Golkar Kuasai Kursi DPRD Kabupaten Sumbawa 

PKS dan Golkar Kuasai Kursi DPRD Kabupaten Sumbawa 

Regional
Prakiraan Cuaca Batam Hari Ini Minggu 5 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Batam Hari Ini Minggu 5 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Regional
Prakiraan Cuaca Balikpapan Hari Ini Minggu 5 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Balikpapan Hari Ini Minggu 5 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Regional
Prakiraan Cuaca Morowali Hari Ini Minggu 5 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Morowali Hari Ini Minggu 5 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Regional
'Bullying' Suporter Persib Bandung, 2 Warga Solo Ditangkap

"Bullying" Suporter Persib Bandung, 2 Warga Solo Ditangkap

Regional
50 Rumah Warga Terdampak Banjir Lahar Gunung Lewotobi NTT

50 Rumah Warga Terdampak Banjir Lahar Gunung Lewotobi NTT

Regional
Siap Gencarkan Sport Tourism, Specta Jateng Open Tennis Tournament 2024 Disambut Antusias

Siap Gencarkan Sport Tourism, Specta Jateng Open Tennis Tournament 2024 Disambut Antusias

Regional
Polisi Tangkap 14 Orang Geng Motor Pelaku Tawuran yang Tewaskan Pelajar SMA

Polisi Tangkap 14 Orang Geng Motor Pelaku Tawuran yang Tewaskan Pelajar SMA

Regional
Tawuran Geng Motor Tewaskan 1 Pelajar SMA, Dipicu Saling Tantang di Medsos

Tawuran Geng Motor Tewaskan 1 Pelajar SMA, Dipicu Saling Tantang di Medsos

Regional
Pembeli Timah Ilegal di Sungai Bangka Ditangkap, Total Ada 14 Tersangka

Pembeli Timah Ilegal di Sungai Bangka Ditangkap, Total Ada 14 Tersangka

Regional
Geng Motor Tawuran di Bandar Lampung, 1 Korban Siswa SMA Tewas

Geng Motor Tawuran di Bandar Lampung, 1 Korban Siswa SMA Tewas

Regional
Wilayah Terdampak Longsor dan Banjir Luwu Terisolasi, Pemprov Sulsel Salurkan Bantuan dengan Helikopter

Wilayah Terdampak Longsor dan Banjir Luwu Terisolasi, Pemprov Sulsel Salurkan Bantuan dengan Helikopter

Regional
Calon Independen di Pilkada Nagekeo Wajib Kantongi 11.973 Dukungan

Calon Independen di Pilkada Nagekeo Wajib Kantongi 11.973 Dukungan

Regional
Mahasiswa Unlam Hilang Saat Reboisasi di Hutan Kapuas Kalteng

Mahasiswa Unlam Hilang Saat Reboisasi di Hutan Kapuas Kalteng

Regional
Curug Putri Carita di Pandeglang: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Rute

Curug Putri Carita di Pandeglang: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Rute

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com