Untuk mematangkan bahan makanan yang dimasak dalam ritual bakar batu, diperlukan batu yang sebelumnya dibakar dengan batang dan ranting pohon.
Setelahnya, ada sebuah lubang yang telah dialasi alang-alang. Kemudian batu yang telah dipanasi diletakan diatasnya dan kembali ditutup dengan daun pisang.
Lalu berbagai umbi-umbian yang merupakan makanan pokok bagi masyarakat pegunungan tengah Papua diletakkan di atas tumpukan daun pisang yang kembali ditutup dengan batu panas.
Tumpukan daun pisang pun kembali diletakkan di atas daun pisang. Baru setelah itu, ayam yang telah dibumbui ditaruh ke atasnya.
Proses penumpukan belum selesai, karena setelah itu, ayam ditutup dengan dedaunan yang diatasnya kembali diberi batu panas.
Baca juga: Oksigen KRI Nanggala-402 Bisa Bertahan 5 Hari jika Ada Kelistrikan
Kemudian setelah kembali ditutup dedaunan, berbagai umbi-umbian kembali ditaruh di bagian atasnya dan tumpukan dedaunan terakhir diletakan di atasnya.
"Ini agar uap panas dari batu tak keluar. Lamanya memasak dengan bakar batu berkisar dua hingga tiga jam," kata Najwa Aso, salah stau tokoh perempuan di Komunitas Muslim Wamena.
Ia pun menjamin hasil masakan dari prosesi bakar batu sangat higenis.
Sementara Manager Communication, Relations dan CSR MOR VIII PT Pertamina (Persero), Edi Mangun menjelaskan, selain ingin menyerahkan bantuan kepada komunitas muslim Wamena, ia juga ingin memperkenalkan salah satu budaya khas masyarakat pegunungan Papua kepada para pimpinan Pertamina.
"Saya sebagai salah satu manajer yang kebetulan juga orang Papua ingin mengenalkan budaya ini kepada jajaran pimpinan Pertamina Regional VIII," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.