Atas green light dari kedua ulama ini, beliau memberanikan diri mengambil inisiatif untuk menyusun Muslimat dan Fatayat. Terutama untuk mendirikan Muslimat betapa bersusah payahnya meredakan pendapat yang mengharamkan keberadaan Muslimat.
Sampai malam terakhir kongres ke-16 NU di Purwokerto, kata sepakat tentang diterimanya Muslimat masih belum didapat. Akan tetapi KH M Dahlan dengan tenang memasuki arena kongres karena telah mengantongi Anggaran Dasar Muslimat pertama yang sudah ditandatangani oleh kedua ulama besar tersebut yang telah ia perjuangkan semenjak siang.
Dengan membacakan Anggaran Dasar Muslimat pertama yang sudah ditandatangani oleh kedua ulama besar itu, maka kongres menerima Muslimat menjadi bagian dalam NU.
3. KH Bisri Syamsuri
Beliau mendirikan pesantren khusus perempuan pada tahun 1920-an di Denanyar. Upaya pendirian pesantren tersebut mendapat tantangan keras dari tokoh hingga pendiri NU. Namun berkat kegigihannya, pesantren itu berdiri dan berkembang pesat sampai sekarang, bahkan menjadi model pesantren putri di tanah air.
4. KH Wahid Hasyim
Beliau selaku Menteri Agama RI mengeluarkan kebijakan yang dipandang amat liberal untuk konteks tahun 1955, yakni memperbolehkan perempuan kuliah di Fakultas Syariah. Konsekuensinya adalah terbukanya kesempatan perempuan menjadi hakim agama, suatu posisi yang dalam kitab fikih klasik hanya diperuntukkan untuk laki-laki.
Kartini masa kini harus mampu merespons arus perubahan dalam berbagai dimensi kehidupan khususnya berkaitan dengan problematika keperempuanan dalam perubahan kebudayaan dengan berpegang pada kaidah “al-Muhafadhatu ‘ala al-qadim al-shalih wa al-akhd bi al-jadid al-ashlah”, yaitu memelihara tradisi lama yang masih baik (relevan) dan mengambil hal-hal baru yang lebih baik.
Kartini sebagai perempuan, dalam perubahan sosial jelas memiliki posisi sentral, sebagaimana dalam al-Qur’an, bahwa perempuan dibenarkan menyuarakan kebenaran dan melakukan gerakan terhadap berbagai kebobrokan, seperti yang tercantum dalam Al Qur’an surat Taubah ayat 71.
"Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."
Kartini dalam spirit bingkai gerakan perempuan hendaknya bisa mengurai secara sistematis tentang nilai-nilai teologi dan melakukan pembacaan ulang konteks kekinian terkait kebutuhan mendasar bagi kemajuan kaum perempuan.
Baca juga: Hikmah Ramadhan: Statistik Ketakwaan Puasa
Manifestasi ketidakadilan gender terhadap perempuan masih lekat dalam keseharian kita, seperti marjinalisasi, stereotype, subordinasi, kekerasan dan beban ganda sangat erat dengan perempuan.
Seperti yang diungkapkan Hasan Hanafi, perempuan harus kuat dan progresif serta menolak ketertundukan yang menyebabkan keterpurukan bagi kaumnya. Dengan hal tersebut, maka perempuan harus bisa mandiri dengan dinamikanya untuk mendorong tatanan kehidupan yang maslahah (memberikan kebaikan yang seluas-luasnya).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.