BLORA, KOMPAS.com - Tanaman porang kini tengah menjadi primadona di masyarakat.
Heriyanto, seorang petani porang asal Blora, Jawa Tengah, mengungkapkan keuntungan yang didapat dalam menanam porang terbilang sangat besar.
Dalam sekali panen, dia mampu meraup keuntungan hingga ratusan juta rupiah. Tergantung luas lahan porang yang dimilikinya.
Bisnis menanam porang dianggap mampu mengembalikan perekonomian masyarakat yang terkena dampak pandemi Corona.
"Sebenarnya porang sudah lama ada, mungkin dulu konvensional cara orang bertani, penyebaran informasi juga konvensional, sehingga tidak sedahsyat dan sebooming seperti saat ini," ucap Heriyanto saat berbincang dengan Kompas.com, Sabtu (17/4/2021).
Baca juga: Tanam Porang, Pria di Blora Raup Untung Rp 500 Juta dalam Setahun
"Karena peran media sosial sangat luar biasa, ditambah juga dengan adanya pandemi tahun ini, itu meledaknya seperti bom nuklir. Jadi semua lini kalangan menengah atas bawah itu berbondong-bondong ingin recovery mainnya ke investasi porang," imbuhnya.
Komoditas ekspor
Heri sapaan akrabnya menuturkan tanaman porang merupakan komoditas ekspor bahan makanan yang disetor ke sejumlah negara, seperti China, Jepang, Korea, hingga India.
"Porang ini kan segmentasi pasarnya kan ekspor semua, Jepang, Korea, China ini kan untuk makanan kesehatan, ada lho produk lain, tapi paling banyak untuk makanan kesehatan. Kalau itu consumable dan barang makanan pokok, kan sama kayak beras," katanya.
Menurutnya, tidak semua negara di dunia dapat memproduksi porang, sebab tanaman ini hanya bisa tumbuh di wilayah yang beriklim tropis.
"Makanya saya ingin menyebarkan virus kebaikan menanam porang dan mudah-mudahan banyak yang tersesat menanam porang," jelas dia.
"Jadi intinya porang itu kan tanaman tropis, sedangkan wilayah tropis di dunia tidak lebih dari 30 persen, yang tropis dan support worth it dengan tanaman porang tidak semua wilayah tropis itu bisa ditanami porang," tambahnya.
Baca juga: Awalnya Ragu Menanam Porang, Heriyanto Kini Ingin Garap Sampai 13 Hektare
Dari sekitar 30 persen wilayah tropis di dunia, hanya sekitar 20 persen yang daerahnya mampu ditanami porang.
"Kalau total populasi penduduk dunia itu 100 persen, yang memproduksi porang cuman 20 persen, berarti supply and demand-nya enggak beres," terangnya.
"Ini potensi luar biasa untuk Indonesia, makanya porang ini kalau bisa terus dikembangkan," imbuh dia.
Keraguan tersebut juga sempat menghinggapi Heri saat awal menanam porang, sekitar empat tahun yang lalu.
"Seandainya kekhawatiran orang kalau benar-benar permainan, minimal selama saya budidaya ini, saya sudah mendapatkan hasil. Seandainya 4 atau 5 tahun yang akan datang tahu-tahu itu benar-benar bermasalah, kan minimal saya sudah untung," ujar Heri.
"Nah sekarang yang punya pemikiran itu, 'jangan-jangan' dan hari ini yang punya pemikiran itu, dia enggak melakukan apa-apa, tahun depan dia cuman jadi penonton, sampai nanti orang sudah sukses semua, dia masih berkecimpung dengan paradigma seperti itu," imbuhnya.
Baca juga: Cerita Petani Tebu Beralih Menanam Porang, dari Omzet Rp 9 Juta Kini Rp 100 Juta
Tips bagi pemula yang ingin berbisnis porang
Sebagai seorang yang sudah berhasil membudidayakan porang, Heri berharap akan semakin banyak petani porang ke depannya.
Sebagai permulaan, Heri juga memberikan sejumlah tips bagi para pemula yang ingin berkecimpung di bisnis porang.
"Saran saya, jangan terlalu tergiur dengan profit, bagi saya kalau mengajari pemula jangan terlalu luas, taruhlah setengah atau satu hektar, cukuplah untuk belajar, karena nanti fenomenanya itu banyak sekali," ucapnya.
Heri juga mewanti-wanti para pemula untuk tidak langsung mengejar profit keuntungan berbisnis porang.
"Kalau langsung kita kalkulasinya yang keluar, nanti kerugian yang didapat, karena kita tidak menguasai ilmu, kasih sayang kita terhadap tanaman belum cukup, terus kita hanya mengejar hasilnya," katanya.
Baca juga: Kalau Panen Porang, Banyak Petani yang Beli Mobil Baru karena Untungnya di Atas Rp 300 Juta
Petani porang tak bisa disetir pabrik
Heri menjelaskan sampai saat ini, petani porang mempunyai andil yang besar dalam menentukan harga di pasaran.
"Sampai detik ini, petani belum bisa disetir sama pabrik. Jadi yang punya power sekarang petani," ujarnya.
"Saya punya 2 hektar siap panen, saya tawarkan ke pabrik, 'berapa harga Porang?', '9.000', '10.000 mau enggak? Kalau mau saya bongkar, kalau enggak mau saya biarin', kira-kira siapa yang stres, pabrik kan?" kata Heri menjelaskan.
Keadaan ini membuat petani porang punya kendali besar soal harga.
"Makanya, untuk saat ini petani yang pegang kendali, petani memboikot semua, pabrik mati. Karena kebutuhan pabrik tergantung pada petani. Sedangkan, keuntungan dari porang, enggak dipanen juga enggak akan busuk, beda dengan singkong dan sebagainya," terangnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.