Meski harga kian meroket, Risman memastikan bahwa para spekulan tanah tidak akan bisa bergerak bebas untuk menguasai tanah secara luas.
Pasalnya, saat ini Peraturan Bupati (Perbup) PPU Nomor 22/2019 tentang pengawasan dan pengendalian transaksi jual beli dan peralihan hak atas tanah di lokasi ibu kota negara, telah berlaku.
Dalam Perbup yang ditandatangani pada 2 September 2019 itu, terdapat sejumlah syarat dalam proses jual beli tanah. Intinya, setiap transaksi jual beli harus mendapat izin bupati.
Baca juga: Ruas Jalan di Sepaku Sudah Lebarkan untuk Dukung Pembangunan Ibu Kota Baru
Risman menyebut, pasca-Perbup itu keluar, tidak ada lagi penguasaan lahan secara luas, misalnya seseorang memiliki tanah sampai 100 hektar.
"Enggak ada di sini. Paling satu sampai dua hektar saja, bentuk kaplingan. Transaksi jual beli biasa lewat notaris,” tuturnya.
Sebelumnya, Bupati Penajam Paser Utara Abdul Gafur Masud menjelaskan, selain untuk menekan penguasaan lahan, Perbup juga bertujuan mengantisipasi konflik klaim atas tanah, dan meredam lonjakan harga.
Abdul menyampaikan, pelaksanaan dari Perbup tersebut dilakukan kepala desa, lurah dan camat.
Baca juga: Pemprov Kaltim Harap Simbol Lokal Masuk Desain Istana Negara di Ibu Kota Baru