KOMPAS.com - Kongres Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) XXXI yang digelar di Gedung Islamic Center, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (23/3/2021) berakhir ricuh.
Kericuhan berawal saat sejumlah peserta sidang merasa aspirasinya tak diakomodasi di tengah rapat pleno ke-2. Peserta yang emosi tiba-tiba melempar kursi sidang ke arah pintu kaca hingga pecah berkeping-keping.
Selain itu, kursi peserta sidang menjadi sasaran kemarahan peserta kongres hingga berantakan.
Baca juga: Kongres HMI Ricuh, Pintu Kaca Pecah, 6 Orang Diamankan, Ini Cerita Lengkapnya
Terkait peristiwa tersebut, polisi mengamankan enam peserta kongres. Mereka dibawa ke Mapolda Jatim untuk dimiintai keterangan.
Konfres HMI di Surabaya dimulai sejak 17 Maret 2021 dan seharusnya berakhir pada 22 Maret 2021. Untuk forum utama, digelar di Gedung Islamic Center.
Sedangkan sidang digelar di gedung Asrama Haji Sukoliko dan Gedung BPSDM Provinsi Jatim.
Baca juga: Kongres HMI di Surabaya Ricuh, 6 Peserta Diamankan, Ratusan Anggota Polisi Bersiaga
Lahirnya HMI diprakarsai oleh beberapa mahasiswa Sekolah Tinggi Islam (STI) yang saat ini menjadi Universitas Islam Indonesia.
HMI tak bisa dilepaskan dari sosok Lafran Pane.
Saat mendirikan HMI, Lafran masih berusia 25 tahun dan dikenal sebagai mahasiswa yang kritis.
Kala itu Lafran tercatat sebagai mahasiswa tingkat I (semester I) Fakultas Hukum Sekolah Tinggi Islam .
Baca juga: Kisah Pendiri HMI Lafran Pane Akan Difilmkan, Tayang Maret 2020
Ia lahir Sipirok, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara pada 5 Februari 1922. Tak banyak yang tahu jika ia adalah adik dari Sanusi dan Arminjn pane yang dikenal sebagai sastrawab Indonesia di era Pujangga Baru.
Ayahnya, Sutan Pengurabaan Pane adalah jurnalis, sastrawan, dan pendiri Muhamadiyah di Sipirok.
Dikutip dari laman HMI, Lafran Pane disebutkan tumbuh dalam lingkungan nasionalis-muslim yang terpelajar.
Ia pernah menganyam pendidikan di Pesantren Ibtidaiyah, Wusta dan sekolah Muhammadiyah.
Baca juga: Lafran Pane Jadi Pahlawan Nasional, tapi Rumah Pun Tak Punya...
Ia juga pernah pada hidup berpetualang di sepanjang jalanan kota Medan dan bertahan hidup dengan menjual karcis bioskop hingga es lilin.
Lafran mendirikan HMI bersama 14 orang mahasiswa STI lainnya tanpa campur tangan pihak luar.
Ia menggelar rapat tanpa undangan saat jam kuliah Tafsir di salah satu ruangan kuliah STI di Jalan Setyodiningratan 30 (sekarang Jalan Senopati) Yogyakarta.
Lafran Pane masuk dalam ruangan dan langsung memimpin rapat.
Baca juga: Lafran Pane, Penyedia Wadah Besar Mahasiswa Islam
“Hari ini adalah pembentukan organisasi Mahasiswa Islam, karena persiapan yang diperlukan sudah beres."
"Yang mau menerima HMI sajalah yang diajak untuk mendirikan HMI, dan yang menentang biarlah terus menentang, toh tanpa mereka organisasi ini bisa berdiri dan berjalan," kata Lafran saat itu.
Di awal pembentukan, HMI memiliki dua tujuan yakni mempertahankan dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia. Serta menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam.
Baca juga: Mahfud MD: Jokowi akan Anugerahi Lafran Pane Menjadi Pahlawan Nasional
Sepanjang hidupnya, Lafran Pande mengabdikan diri dengan mengajar sebagai dosen di beberapa kampus di Yogyakarta.
Menurut penulis buku Lafran Pane; Jejak Hayat dan Pemikirannya, Hariqo Wibawa Satria, Lafran Pane adalah sosok yang sederhana.
"Waktu itu saya pernah ke rumahnya di kompleks dosen Jalan Affandi di Yogyakarta itu. Saya tanya kepada istrinya ini rumah Pak Lafran? Bukan kata dia, ini dari kampus," ujarnya.
Baca juga: Kongres HMI Ricuh, Ada Peserta yang Emosi Aspirasinya Tak Diakomodasi
Menurut Hariqo, pihak keluarga Lafran juga sempat menyampaikan harus segara pindah lantaran pihak kampus memberikan peringatan bahwa rumah itu akan ada yang menempati.
Tak hanya keluarganya, rekan dan murid-muridnya mengatakan jika Lafran adalah orang yang sederhana.
"Seperti Prof Dr Dochak Latief mengatakan, Lafran Pane itu sederhana sekali hidupnya. Soal kesederhanaan Lafran Pane ini sudah melegenda," ucapnya.
Baca juga: Kongres HMI di Surabaya Ricuh, Kursi Peserta Berantakan, Pintu Kaca Gedung Pecah
Saat itu, Lafran ingin HMI mengambil posisi tidak terlibat dalam berbagai polarisasi ideologi yang berkembang pasca-kemerdekaan atau independen dari berbagai kepentingan.
Walaupun demikian Lafran dianggap berhasil berhasil menanamkan semangat bela negara, rasa cinta tanah air, dan semangat persatuan, kepada salah satu kelompok strategis di masyarakat, yaitu mahasiswa.
"Lafran Pane hingga akhir hayatnya adalah dosen, tidak pernah jadi anggota partai politik mana pun," kata Hariqo.
Baca juga: Hadir di Dies Natalis HMI, Kapolri Bicara Pentingnya Persatuan Lawan Pandemi
Hariqo mengatakan, HMI menjadi rumah besar bagi seluruh mahasiswa Islam tanpa melihat apakah itu NU atau Muhamadiyah pada 1947-1960.
Kala itu, diperkirakan lebih dari sepertiga dari total seluruh mahasiswa Indonesia adalah anggota HMI.
"Lafran Pane telah menunjukkan bahwa antara Keislaman dan Keindonesiaan tidaklah bertentangan. Itu yang ditanamkan Lafran," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.