Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sederet Cerita Warga Pekalongan Saat Terendam Banjir Berwarna Merah

Kompas.com - 06/02/2021, 16:19 WIB
Michael Hangga Wismabrata

Editor

KOMPAS.com - Bencana banjir yang melanda sejumlah kelurahan di Kota Pekalongan, Jawa Tengah, pada Sabtu (6/2/2021) dini hari, menjadi sorotan.

Pasalnya, air banjir yang merendam rumah warga tampak berwarna merah.

Menurut sejumlah warga, banjir tersebut diduga karena seseorang membuang obat batik.

"Biasanya tidak pernah terjadi air banjir warnanya merah. Kayaknya ini karena obat batik yang jatuh ke air banjir," kata Furqon, salah satu warga setempat.

Baca juga: Banjir di Kota Pekalongan Berwarna Merah, 20 Kelurahan Terendam, Diduga karena Obat Batik

Sementara itu, menurut Khodori (32) warga Kelurahan Pasirkratonkramat mengatakan, banjir datang pada Kamis (4/2/2021).

Lalu banjir tak kunjung surut karena hujan deras membuat Sungai Loji meluap dan akhirnya merendam rumah warga.

"Warga sudah menyedot air banjir dengan pompa tapi airnya kembali lagi. Kalau dihitung banjir sudah tiga kali terjadi. Rata-rata karena meluapnya sungai saat hujan deras turun lebih dari empat jam," kata Khodori saat ditemui, Kamis.

Baca juga: Pro Kontra Jateng di Rumah Saja, Ganjar: yang Dibutuhkan Bukan Diksi Pelarangan, tetapi...

Cari oknum warga

Air banjir yang berwarna merah di Kelurahan Jenggot Kota Pekalongan Jawa Tengah.Kompas.com/Ari Himawan Air banjir yang berwarna merah di Kelurahan Jenggot Kota Pekalongan Jawa Tengah.

Terkait dugaan ada warga yang membuang obat batik, Lurah Jenggot Taibin mengaku masih mencari sumber informasi tersebut.

Namun dirinya mengakui telah mendapat informasi jika ada warga yang sengaja membuang bahan pewarna batik.

"Saya dapat info itu obat sisa yang dibuang. Saya sedang cari informasi siapa pelakunya," ungkap Tabiin.

Baca juga: Tekan Lonjakan Kasus Covid-19, Pemerintah Diminta Tegas Batasi Mobilitas Warga

Sebagai informasi, menurut Taibin, akhir-akhir ini tak ada aktivitas produksi batik di wilayahnya.

"Ada yang sengaja membuang obat batik, jadi itu bukan limbah batik. Karena sejak kemarin wilayah Jenggot dan sekitarnya tidak ada aktivitas produksi jadi tidak ada limbah Apalagi hari ini hujan sejak malam," tuturnya.

Lokasi pengungsian

Warga mengamati rumahnya yang tergenang banjir berwarna merah di Jenggot, Pekalongan, Jawa Tengah, Sabtu (6/2/2021). Menurut warga setempat, air banjir berwarna merah itu disebabkan oleh pencemaran limbah pewarna batik berwarna merah karena di lokasi tersebut terdapat ratusan pelaku usaha batik.ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra Warga mengamati rumahnya yang tergenang banjir berwarna merah di Jenggot, Pekalongan, Jawa Tengah, Sabtu (6/2/2021). Menurut warga setempat, air banjir berwarna merah itu disebabkan oleh pencemaran limbah pewarna batik berwarna merah karena di lokasi tersebut terdapat ratusan pelaku usaha batik.

Kepala Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan Bencana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Pekalongan Dimas Arga Yudha di Pekalongan, Sabtu, mengatakan, pihaknya telah menyiapkan sejumlah titik lokasi pengungsian.

Beberapa di antaranya adalah aula Kelurahan Pasirkratonkramat, aula Kelurahan Degayu 39 orang, dan TPQ Al-Hikmah Dekoro.

Baca juga: Geger, Air Banjir di Pekalongan Berwarna Merah

"Saat ini, kami terus melakukan kesiapsiagaan bencana mengingat berdasarkan informasi BMKG disebutkan curah hujan dengan intensitas tinggi dipredikasi masih terjadi," katanya.

Dari data yang diperoleh, setidaknya 20 kelurahan terdampak banjir tersebut.

(Penulis: Kontributor Pekalongan, Ari Himawan Sarono | Editor: Dony Aprian)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com