Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kedelai Mahal, Dedi Mulyadi Soroti Kinerja Kementerian Pertanian

Kompas.com - 05/01/2021, 11:58 WIB
Putra Prima Perdana,
Farid Assifa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi mengatakan, melambungnya harga kedelai yang membuat pengusaha tempe dan tahu kelimpungan itu karena dua faktor.

Pertama adalah swasmebada pangan di dalam negeri sampai sekarang belum tercapai. Lalu kedua impor mengalami berbagai probelem karena keadaan situasi dunia saat ini, yakni pandemi Covid-19 yang belum berakhir.

"Impor terutama bahan pangan, hari ini negara impor tak kirim. Mereka cederung membuat pertahanan pangan dalam negeri sebagai antisipas kemungkinan Covid-19 belum berakhir," kata Dedi kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Selasa (5/1/2021).

Baca juga: Kedelai Mahal, Perajin dan Pedagang Terpaksa Naikkan Harga Tahu dan Tempe

Namun Dedi mengatakan, pihaknya tidak akan membicarakan lebih jauh soal kondisi negara eskportir. Ia menyoroti rencana kerja Kementerian Pertanian terkait penanaman kedelai yang menyebabkan masalah swasembada pangan dinilainya belum tercapai.

Hal itu dianggapnya menjadi salah satu faktor penyebab kelangkaan kedelai hingga harganya di dalam negeri kian mahal.

"Kita harus jujur deh bahwa petani ini kan sampai saat ini berjalan sendiri. Kebutuhan petani dari pemerintah yang hari ini dirasakan mereka hanya pada penyediaan pupuk dan infrastrukur. Sementara bimbingan teknis terhadap petani dari para petugas seperti membuat desain dan rencana kerja bagi petani, makin sekarang makin tak ada. Beda dengan era-era dulu," jelas Dedi.

Tak ada rencana kerja

Dedi mengatakan, petani saat ini enggan menanam kedelai hingga mengakibatkan Indonesia tergantung pada impor.

Berdasarkan data yang diperolehnya, kebutuhan kedelai di Indonesia setiap tahun rata-rata mencapai 2,8 juta ton. Alokasinya 70 persen untuk tempe, 20 persen untuk tahu dan sisanya untuk bahan kecap.

Untuk memenuhi kebutuhan kedelai itu, Indonesia harus impor 2 sampai 2,5 juta ton. Sebagian besar dari Amerika Serikat dan sisanya dari Kanada.

Dedi menjelaskan, penyebab petani enggan menanam kedelai adalah pertama bahwa sampai hari ini Kementerian Pertanian tidak memiliki rencana kerja yang strategis dan memadai tentang penanaman kedelai.

Rencana dimaksud, misalnya, pemetaan berapa ratus ribu hektare area kedelai yang harus ditanam. Lalu berapa jumlah kebutuhan pasar kedelai dalam negeri setiap tahun. Kemudian dibuat rencana kerja untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

"Namun faktanya rencana kerja itu tidak ada. Yang tanam kedelai itu alamiah saja, yang mau nanam, ya nanam. Yang nggak, ya nggak," kata Dedi.

Menurutnya, jika pemerintah dalam hal ini Kementan tidak memiliki rencana kerja memadai tentang kedelai, sampai kapan pun swasembada dalam negeri tak akan tercapai.

Dedi mengatakan, sebenarnya jika ada rencana kerja, kedelai juga bisa dipenuhi oleh pasokan masyarakat jika proses penanaman padi dibuat seperti dulu, yakni dua kali menanam padi dan satu kali menanam tanaman penyelang dalam dua musim itu.

Misalnya, November sampai April dua kali menanam padi. Lalu pada Mei menanam kacang, mentimun, kacang hijau dan kacang kedelai.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com