Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kedelai Mahal, Dedi Mulyadi Soroti Kinerja Kementerian Pertanian

Kompas.com - 05/01/2021, 11:58 WIB
Putra Prima Perdana,
Farid Assifa

Tim Redaksi

"Pada Mei ini, kan bisa sebenarnya petani digerakkan untuk menanam kedelai secara bersama dengan memanfaatkan areal tanaman padi penyelang tahunan," katanya.

Menurutnya, dulu pemerintah membuat rencana kerja seperti itu. Dedi pun mengaku pernah mengalami masa-masa itu.

"Saya kan anak petani mengalami hal seperti itu. Pada bulan Mei itu saya menanam suuk (kacang tanah), kedelai dan kacang hijau. Tujuannya untuk menjaga kesuburan tanah agar bakteri penyubur itu tumbuh. Itu yang selalu diajarkan oleh PPL (petugas penyuluh lapangan). Nah, hari ini itu tidak ada," katanya.

Dedi menyebutkan alasan petani enggan menanam kedelai karena seringkali tanaman di luar padi pasca-panen tak ada yang membeli.

Baca juga: Pantau Harga Kedelai Naik, Satgas Pangan Belum Temukan Dugaan Penyimpangan

Untuk jagung saja hari ini, misalnya, petani cenderung memilih jenis jagung manis karena bisa dipasarkan sendiri. Misalnya direbus dahulu untuk dijual. Namun kalau jagung untuk pakan dan konsumsi, petani enggak mau menanamnya karena tidak akan ada yang membeli.

"Nah, kedelai juga sering kali petani tak sampai tuntas menanamnya. Kedelai masih muda sudah dipanen dan dipotong untuk direbus lalu dijual. Kenapa tak sampai tuntas karena harus dijemur, dan setelah jadi kedelai tak ada yang beli," katanya.

Penyebab petani kesulitan menjual kedelai kering karena perdagangannya sudah terkuasai oleh jaringan swasta yang cenderung mengambil bahan impor. Jaringan swasta lebih tertarik pada kedelai impor karena kualitasnya sudah terstandar dan untungnya juga sudah bisa terprediksi.

"Belinya juga gampang. Beli dari luar negeri, diangkut pakai kapal, dikirim langsung ke dalam negeri, dikirim ke konsumen," katanya.

Sementara kalau membelinya dari petani, kedelai harus ditimbang di lapangan lalu diangkut. Ditimbangnya pun harus satu-satu. Misalnya satu petani menjual 10 kilogram dan petani lainnya menjual 11 kilogram. Ditimbang di lapangan. Menurut Dedi, itu bagi jaringan swasata sangat ribet.

Bentuk lembaga distribusi

Oleh karena itu, Dedi menyarankan agar jaringan distribusi kacang kedelai dikuasai negara melalui sebuah lembaga. Nanti lembaga tersebut membuat kontrak dengan petani kedelai. Negara memberi subsidi kepada petani kedelai melalui program hingga mereka bisa mandiri.

"Petani disubsidi dulu beberapa saat. Misalnya, nih negara mau tanam kedelai, Anda yang kerjakan. Tetapi agar Anda tak berspekulasi dan takut gagal, per hekatre saya bayar dulu, uang sewa sekian," katanya.

Baca juga: Kedelai Impor Mahal, Harga Tahu Tempe di Jakarta Naik hingga 20 Persen

Lalu untuk penjualannya, pemerintah bisa bekerja sam dengan pengusaha yang tergabung dalam Koperasi Pengusaha Tempe dan Tahu Indonesia (Kopti). Kementerian Pertanian menyiapkan kedelai yang dibeli dari petani, lalu dipasok ke pengusaha.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com