Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Perbukitan Gunungkidul yang Sering Kekeringan, Surip Kembangkan Ternak Ikan Gupi

Kompas.com - 03/08/2020, 13:23 WIB
Markus Yuwono,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com- Menjadi peternak ikan di kawasan pegunungan sisi utara Gunungkidul, Yogyakarta, jika dilihat dari geografisnya tidak memungkinkan.

Namun di tangan pemuda desa terpencil yang berbatasan dengan Jawa Tengah ini hambatan itu seluruhnya sirna.

Ikan gupi dari pelosok ini bisa terbang sampai ke pelosok dunia. 

Baca juga: Musim Kemarau, Kekeringan Kembali Landa Gunungkidul

Suranto Surip (30), warga asal Pedukuhan Ngipik, Tegalrejo, Gedangsari, tanah tandus bisa menghasilkan jutaan rupiah per bulan dari usaha ikan hias tersebut.

Namun perjalanan untuk meraih kesuksesan tidaklah mudah, awalnya dicibir tetangga hingga rasa putus asa menghantui setiap harinya. 

Surip awalnya bekerja di salah satu koperasi.  Saat berkunjung ke rumah seorang nasabahnya, dia bertemu dengan beberapa orang termasuk peternak lele, sapi dan yang lainnya.

Keinginan untuk merintis usaha kemudian muncul. Dia pun mencoba beternak lele hingga sapi, tapi semuanya gagal.

Baca juga: Asuransi Pertanian Penting bagi Petani untuk Hadapi Kemarau, Mengapa?

Tidak ingin putus asa, pada 2014 Surip coba untuk beternak ikan gupi. Untuk memulai dia membeli sepasang ikan seharga Rp 1.500.000.

Percobaan pertamanya gagal. Sepasang ikan itu mati.

Dia pun membeli lagi sampai akhirnya bisa mengembangbiakkan ikan tersebut.

 

Suranto Surip dan Ikan Guppy nya yang dikembangkan di Kapanewon Gedangsari, GunungkidulDokumentasi Pribadi Suranto Surip dan Ikan Guppy nya yang dikembangkan di Kapanewon Gedangsari, Gunungkidul
Namun, cobaan masih menerpa usaha Surip. Saat hujan deras terjadi, ikan miliknya hilang karena kolam terpalnya jebol.

"Saya sampai tiga tahun tanpa hasil apapun mas, tetapi tekad tetap bulat untuk melanjutkan budi daya ikan gupi," ucap Surip saat dihubungi Kompas.com melalui sambungan telepon Minggu (2/8/2020).

Setelah itu dia kembali membeli gupi hasil menjual perhiasan istrinya.

Cibiran dari tetangga terus dialaminya. Mulai muncul pertanyaan di mana hasil ikan gupi, bagaimana perkembangannya, apakah bisa budi daya, terus saja terngiang di telinganya.

Baca juga: Ternyata, Ikan Gupi Juga Punya Kepribadian seperti Manusia

Kedua orangtuanya pun sempat menanyakan kesungguhan untuk menjadi pembudi daya gupi. 

Proses budi daya dipelajarinya secara otodidak, dan belajar dari temannya yang kebetulan lulusan dari Politeknik Perikanan.

Selebihnya, belajar lewat tutorial dari internet.

Berbekal pelatihan dari Disperindag Gunungkidul, Surip dan teman-temannya memberanikan diri melakukan pemasaran di dalam hingga luar negeri.

Pemasaran dilakukan secara online dan offline.

Saat ini, Surip tergabung dalam dalam kelompok pembudi daya ikan hias Rezeki Langit yang anggotanya adalah pemuda dari empat padukuhan di Kalurahan Tegalrejo, Gunungkidul.

Kelompok ini memasarkan hasil budi daya ikan hiasnya menembus pasar Malaysia, Filipina, Thailand, Vietnam, China, hingga Amerika Serikat.

Baca juga: Pasien Positif Corona 90 Persen Pelaku Perjalanan, Wabup Gunungkidul Imbau Warga Tak Keluar DIY

Harga online dipatok mulai dari Rp 50.000 hingga Rp 1.000.000 untuk sepasang ikan, bergantung pada jenis dan variasi warna.

Untuk yang tidak laku di pasaran online dia jual ke lokal seperti Gunungkidul, Klaten, Solo, dan Wonogiri.

Ada 15 jenis ikan gupi yang dikembangkan. 

"Sekarang reseller-nya bertambah karena banyak pelajar yang belajar di rumah punya hp android, total jika ditambah kelompok inti ada 17 orang," ucap Surip.

 

Tak hanya pelajar, ibu-ibu di wilayah tempat tinggalnya pun ikut melakukan budi daya ikan gupi.

Hasil perbulannya rata-rata Rp 20 juta hingga Rp 30 an juta, saat pandemi kemarin meningkat 300 persen dibanding bulan biasanya.

Kelompok pembudi daya ikan hias ini juga sudah membantu warga sekitarnya dengan melakukan pengerasan jalan, membuat sumur bor, dan memasang jalur pipa yang bisa dimanfaatkan penduduk sekitar.

Berinovasi untuk Lawan Kekeringan

Lokasi Surip membangun tempat budi daya ikan hias merupakan kawasan yang dikenal sering mengalami kekeringan.

Sedangkan air jadi kebutuhan utama agar usahanya bisa terus berjalan.

Untuk mengatasi masalah itu, Surip menggunakan sistem filter air yang memanfaatkan botol bekas.

Baca juga: Gagal Maju Pilkada, Ipar Jokowi Tetap Blusukan di Gunungkidul

Dengan cara ini, air yang secara normal selama empat hari harus diganti, dengan sistem ini bisa digunakan untuk satu pekan.

"Ibaratnya saat musim kemarau di sini untuk mandi saja harus berpikir. Namun meski airnya sulit membuktikan Gunungkidul bisa berkreasi dan menghasilkan," ucap Surip.

Tidak hanya berinovasi untuk memenuhi kebutuhan air, Surip juga berkreasi dalam hal pakan ikan.

Ikan-ikannya diberi makanan magot atau larva lalat yang banyak ditemukan di pohon pepaya.

Penggunaan magot sebagai pakan ikan dirasanya cukup menekan biaya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com