Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Coba Mereka Merasakan Kehilangan Keluarga, Pasti Percaya Covid-19 Itu Ada"

Kompas.com - 26/07/2020, 05:45 WIB
Pythag Kurniati

Editor

KOMPAS.com- Seorang warga Surabaya, Jawa Timur, Dea Winnie Pertiwi (27) menjadi saksi keganasan Covid-19 yang telah merenggut nyawa tiga orang keluarganya dalam waktu berdekatan.

Tiga orang terdekatnya yang meninggal dunia adalah ayah, ibu dan kakaknya.

Atas kejadian tersebut, Dea tak habis pikir dengan orang-orang yang masih belum mempercayai bahaya Covid-19.

"Karena mereka belum merasakan sendiri bagaimana rasanya kehilangan keluarga, orang-orang terdekat. Coba mereka merasakan kayak gitu, pasti bakal percaya bahwa Covid-19 itu ada," tutur Dea kepada Kompas.com, saat dihubungi melalui telepon, Jumat (24/7/2020).

Dengan pilu, Dea pun menuturkan kisah kehilangan orang-orang terkasih karena Covid-19.

Baca juga: Sederet Pesan Menggugah dari Para Pasien Corona yang Berhasil Sembuh...

Ayah, ibu dan kakak meninggal

IlustrasiTHINKSTOCK Ilustrasi
Cobaan berat dirasakan Dea karena kehilangan ayah, ibu dan kakaknya dalam waktu singkat.

Diduga virus pertama kali menyerang kakak iparnya karena mengalami gejala seperti Covid-19.

Kemudian kakaknya, Debby Kusumawardani (33) dan ibunya, Cristina Sri Winarsih (60) merasakan mulai batuk berdahak dan sesak napas.

Ayah Dea, Gatot Soehardono (68), tidak merasakan gejala, namun memiliki penyakit penyerta, yakni diabetes, jantung dan darah tinggi.

"Mama dan papa ini kan usia rentan ya, imunnya enggak sebagus kita yang masih muda. Kakakku juga, dia ibu hamil yang juga rentan (terpapar Covid-19)," ujar Dea.

Ayahnya meninggal dunia pada 30 Mei, kemudian kakaknya meninggal pada 31 Mei, dan disusul sang ibu yang tutup usia pada 2 Juni 2020.

Ayah ibunya belum sempat diswab dan meninggal dengan status suspek. Sedangkan kakaknya sudah dinyatakan positif Covid-19.

Baca juga: Orang-orang yang Masih Tak Percaya Corona...

Ilustrasi tes corona dengan menggunakan metode swab atau usap untuk mengetahui seseorang terinfeksi Covid-19.Horth Rasur Ilustrasi tes corona dengan menggunakan metode swab atau usap untuk mengetahui seseorang terinfeksi Covid-19.

Dea juga sempat positif Covid-19

Dea pun sempat terjangkit virus Corona dan mengalami demam tinggi dan sesak napas.

Bahkan indera penciuman dan pengecapnya sempat hilang atau tidak berfungsi.

Namun beruntung Dea masih diberi kesembuhan oleh Tuhan.

Dea kemungkinan tertular dari keluarganya karena dia yang merawat keluarganya selama sakit.

Baca juga: Kisah Dea Kehilangan Satu Keluarga karena Covid-19: Hidup dalam Stigma hingga Heran Ada yang Merasa Kebal

Mendapatkan stigma negatif

Ilustrasi virus corona, Covid-19Shutterstock Ilustrasi virus corona, Covid-19
Tak hanya sakit secara fisik, Dea juga mendapatkan serangan psikis dari orang-orang di sekitarnya.

Dia mengaku keluarganya sempat difitnah tidak tertib melakukan protokol kesehatan, padahal mereka sudah menjalankan.

"Kan aneh, padahal kita di rumah saja, isolasi mandiri, enggak ke mana-mana. Tapi banyak banget yang fitnah. Terus tetangga mandangnya kayak gimana gitu. Itu awal-awal, seminggu pertama," kata Dea.

Seminggu setelahnya, masyarakat di lingkungan rumah orangtua Dea di Gubeng Kertajaya, Surabaya, mulai peduli dan memberi semangat, bahkan memberi bantuan makanan.

Namun ketika Dea dinyatakan positif Covid-19, dia kembali mendapatkan stigma negatif dari warga di lingkungan rumahnya di kawasan Rungkut, Medokan Ayu, Surabaya.

Dia ditolak saat mengurus surat keterangan dari pengurus RT/RW lantaran terkonfirmasi positif.

"Stigma negatif di masyarakat itu masih melekat bagi kami para keluarga korban Covid-19, dan aku sendiri pernah ada di posisi itu (terjangkit Covid-19)," ujar Dea.

Baca juga: Sederet Cerita Warga Takut Di-Rapid Test, Malah Tawarkan Uang Damai dan Mengungsi ke Pulau Lain

Diterima sebagai takdir

Ujian tersebut seakan mimpi buruk baginya, mulai dari masalah rumah tangga hingga keluarganya yang meninggal.

"Ini kayak mimpi buruk banget buatku. Allah kasih ujian enggak putus-putus, dari awal tahun ujianku sendiri, rumah tanggaku, kemudian orang yang aku sayang diambil satu-satu," kata Dea.

Bagaimanapun Dea akhirnya harus mengikhlaskannya dan menjadikannya sebagai pelajaran hidup.

"Jadi aku hanya mengimani bahwa ini sudah takdir Allah. Aku ikhlas saja. Allah mungkin menganggap aku kuat dan bisa melalui ini, jadi enteng saja sih," kata Dea.

"Walaupun, enggak dipungkiri juga kalau aku diam-diam (melamun) masih nangis. Ya, aku cuma bisa mendoakan, bisa berdoa dan ikhlas. Kunciku cuma itu saja untuk bisa melalui ini semua," tutur Dea menambahkan.

Baca juga: Kisah-kisah Perawat Melawan Aniaya dan Stigma di Tengah Pandemi Corona, Diancam Pecahan Kaca dan Jenazah Ditolak Warga

Pesan dari Dea

Ilustrasi Covid-19KOMPAS.COM/HANDOUT Ilustrasi Covid-19

Dea berharap tak ada lagi masyarakat yang tidak peduli, tidak percaya, bersikap masa bodoh, dan cenderung menganggap enteng virus corona.

Menurutnya, memang setiap orang memiliki kebebasan berpendapat, namun paling tidak masyarakat peduli terhadap orang lain.

"Bisa jadi mereka (yang menganggap remeh Covid-19) memang kebal, karena merasa masih muda. Tapi kan belum tentu orang-orang di sekelilingnya," ujar Dea.

Dia juga mengingatkan agar protokol kesehatan terus diterapkan secara tertib.

"Karena enggak ada salahnya juga kan pakai masker. Kalau memang tidak peduli dengan kesehatan sendiri, paling tidak kamu peduli sama kesehatan keluargamu," pesan Dea kepada mereka yang menganggap remeh virus corona.

Sumber: Kompas.com (Penulis: Kontributor Surabaya, Ghinan Salman | Editor: Teuku Muhammad Valdy Arief)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com