Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ayah, Ibu, dan Kakak yang Hamil Akhirnya Meninggal karena Covid-19, Dea: Ini Mimpi Buruk Buatku

Kompas.com - 25/07/2020, 16:06 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Dhea Winnie Pertiwi (27), warga Surabaya, harus kehilangan tiga anggota keluarganya yang meninggal karena Covid-19.

Mereka adalah ayah Dea, Gatot Soehardono (68), yang meninggal pada 30 Mei 2020. Menyusul sang kakak yang masih mengandung janin di perutnya yang meninggal pada 31 Mei 2020.

Sementara sang ibu, Cristina Sri Winarsih (60), meninggal pada 2 Juni 2020.

Sementara Dea juga sempat dinyatakan positif Covid-19. Kemungkinan besar Dea terpapar dari tiga anggota keluarganya yang meninggal.

Karena selama masa perawatan, Dea ikut membantu merawat ayah, ibu, dan kakaknya yang terinfeksi Covid-19.

Baca juga: Kisah Dea Kehilangan Satu Keluarga karena Covid-19: Hidup dalam Stigma hingga Heran Ada yang Merasa Kebal

Berawal dari suami kakak yang sakit

Ilustrasi virus corona, Covid-19Shutterstock Ilustrasi virus corona, Covid-19
Dea bercerita virus corona menyerang keluarganya berawal dari suami kakaknya yang sempat sakit dan mengalami gejala Covid-19.

Setelah itu kakak perempuannya yang sedang hamil mulai mengalami gejala batuk berdahak.

Di waktu yang bersamaan ibu Dea juga sesak napas. Sementara sang ayah memiliki penyakit penyerta yakni diabetes, jantung, dan darah tinggi.

Baca juga: Jumlah Pasien Covid-19 OTG Melonjak, Pemkab Wonogiri Jadikan Gedung PGRI Tempat Isolasi

Dea mengatakan saat terpapar virus corona, ayah, ibu, dan kakak perempuannya dalam kondisi rentan.

"Mama dan papa ini kan usia rentan ya, imunnya enggak sebagus kita yang masih muda. Kakakku juga, dia ibu hamil yang juga rentan (terpapar Covid-19)," ujar Dea.

Dea pun harus kehilangan tiga anggota keluarganya dalam waktu empat hari berturut-turut.

Baca juga: 47 Karyawan Perusahaan Alat Berat di Malinau Kaltara Positif Covid-19

Muncul stigma dari masyarakat

Ilustrasi virus corona, Covid-19Shutterstock Ilustrasi virus corona, Covid-19
Dea bercerita ia dan keluarganya mendapatkan stigma buruk dari masyarakat karena terpapat Covid-19.

Bahkan sang kakak pernah difitnah keluyuran dan tidak melakukan isolasi mandiri di rumah. Sementara suami kakaknya juga dituduh melarikan diri dari rumah.

Padahal menurut Dea, keluarganya telah melakukan isolasi.

"Kan aneh, padahal kita di rumah saja, isolasi mandiri, enggak ke mana-mana. Tapi, banyak banget yang fitnah. Terus tetangga mandangnya kayak gimana gitu. Itu awal-awal, seminggu pertama," kata Dea.

Namun ia memahami jika masyarakat di lingkungannya mulai resah dengan kabar kakaknya terpapar Covid-19.

Baca juga: Tak Pernah Cek Kesehatan, TKA China di Bangka Positif Covid-19, Ini Komentar Satgas

Waktu berjalan, para tetangga mulai bisa menerima keluarga Dea. Bahkan warga di kampungnya membantu keluara Dea dengan memberi bantuan makanan.

Namun stigma kembali muncul saat Dea juga dinyatakan positif Covid-19.

Dea bercerita suatu hari dia sempat mengurus surat keterangan ke RT/RW di lingkungan rumahnya di kawasan Rungkut, medokan Ayu, Surabaya.

Permintaan surat keterangan tersebut diwakili oleh keluarganya. Namun ketua RT setempat menolak memberikan surat keterangan lantaran mendapat informasi jika Dea positif Covid-19.

"Stigma negatif di masyarakat itu masih melekat bagi kami para keluarga korban Covid-19, dan aku sendiri pernah ada di posisi itu (terjangkit Covid-19)," ujar Dea.

Baca juga: Seorang TKA Asal China yang Bekerja di Bangka Positif Covid-19

Minta jangan anggap remeh virus corona

Ilustrasi masker anakshutterstock Ilustrasi masker anak
Saat ini, menurut Dea, masih banyak masyarakat yang menganggap Covid-19 hanya rekayasa untuk menakut-nakuti.

Namun ia mengatakan jika setiap orang berhak memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang Covid-19.

Dia juga tak mau menyalahkan jika sebagian masyarakat mempercayai jika virus corona adalah konspirasi. Tapi ia berharap agar masyarakat yang menganggap remeh virus corona tak seharusnya bersikap abai.

Apalagi bertindak membahayakan orang lain dengan tidak mematuhi protokol kesehatan.

Baca juga: Perkantoran Jadi Klaster Baru Covid-19, Apa yang Harus Dilakukan?

"Bisa jadi mereka (yang menganggap remeh Covid-19) memang kebal, karena merasa masih muda. Tapi kan belum tentu orang-orang disekelilingnya," ujar Dea.

"Jadi orang-orang kayak gini, dijelasin bagaimana pun kalau mindset-nya enggak percaya atau bahkan masa bodoh, enggak bakal masuk," kata Dea.

"Karena mereka belum merasakan sendiri bagaimana rasanya kehilangan keluarga, orang-orang terdekat. Coba mereka merasakan kayak gitu, pasti bakal percaya bahwa Covid-19 itu ada," tutur Dea.

Baca juga: Potret Kelurahan Liliba Kupang, Kelurahan Terbaik Penerapan Protokol Covid-19

Dea berharap pengalaman pahit yang ia alami yakni kehilangan anggota keluarganya bisa membuat masyarakat bahwa virus corona itu nyata.

"Karena enggak ada salahnya juga kan pakai masker. Kalau memang tidak peduli dengan kesehatan sendiri, paling tidak kamu peduli sama kesehatan keluargamu," pesan Dea.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Ghinan Salman | Editor: Teuku Muhammad Valdy Arief)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com