Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menapak Jejak Letusan Dahsyat Gunung Samalas dalam Teatrikal Virtual Geoturism Festival

Kompas.com - 17/07/2020, 06:00 WIB
Idham Khalid,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

LOMBOK, KOMPAS.com-  Kesedihan yang diceritakan kala itu sudah berlalu, terkubur bersama waktu di sisa-sisa reruntuhan letusan, dan hingga kini telah  tumbuh kehidupan baru di megah gunung yang bernama Rinjani. 

Baca juga: 3 Kisah Jual Rumah yang Pemiliknya Siap Dinikahi Pembeli

Berabad sudah Gunung Samalas bergolak, meninggalkan jejak dan cerita duka di berbagai belahan dunia.

Getar energi letusan yang maha dahsyat waktu itu, hingga kini menjadi ukiran sejarah dalam babad Lombok.

Kisah sendu letusan Samalas kemudian divisualkan secara apik dalam bentuk tarian teatrikal  oleh anak-anak dari Sanggar Anak Semesta (SAS) pimpinan Abdul Latief Apriaman dalam pembukaan Ceremony Geotourism Festival 2020 secara virtual.

Cultural performance yang ditampilkan pada acara pembukaan Geotourism Festival 2020 ini bertempat di Gedung Pertunjukan Taman Budaya NTB, Rabu (15/7/2020).

Seni yang menampilkan kolaborasi antara seni budaya tradisional suku sasak berupa alat musik seruling, pembacaan lontar dipadukan dengan musik jazz didukung oleh tarian teatrikal kontemporer. 

Selain itu menampilkan pembaca lontar Babad Lombok dari Sukardi, seorang budayawan Lombok yang juga dalang wayang tradisional Sasak.

Meski tampil dalam virtual akibat dampak Covid-19, tak mengurangi semangat dari SAS untuk mempersembahkan performa terbaik di hadapan peserta yang dilihat melalui plat form media sosial.

Teaterikal yang berdurasi kurang lebih dari tujuh menit itu mempertontonkan sembilan pemeran berkostum merah membentuk koreo seperti letusan gunung.

Para pemain terlihat memeragakan semburan lava dan batu saat terjadinya letusan Samalas yang dahsyat.

Tampak juga di dalam adegan terakhir pemain membuat koreo gunung yang menjulang tinggi, yang menandakan adanya kehidupan baru setelah letusan itu.

"Cerita akhirnya menggambarkan Gunung yang dipenuhi pepohonan, setelah terjadi letusan Samalas, menandakan adanya kehidupan batu," kata seniman yang akrab disapa Latif, Rabu (15/7/2020).

Baca juga: Kisah Yulianda, Pelajar Pengidap Kista, Dituduh Hamil Sampai Disangka Korban Santet

Tampilan Musik Jazz sendiri di aransemen oleh Kepin Leon seorang musisi muda berbakat asal Mataram yang baru berusia 12 tahun.

Lagu berjudul Earth Song yang dipopulerkan oleh mendiang Mega bintang Pop Michael Jackson diaransemen ulang dengan memasukkan unsur seni budaya lokal yang bercerita kerusakan bumi oleh perbuatan manusia.

"Lagu ini sendiri berkisah tentang  kerusakan bumi akibat ulah tangan manusia yang merusak lingkungan  bumi melalui peperangan dan konflik berdarah," kata Latif.

Melalui pertunjukan ini Latif ingin menyampaikan pesan kepada anak-anak penerus peradaban, agar tetap menjaga akar tradisi dan kecintaan pada alam raya. 

Acara virtual tersebut dihadiri oleh Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggaraan Kegiatan (Events) Kemenparekraf Rizki Handayani Mustafa, Diretur UNESCO Regional Science Bureau for Asia and the Pacific Prof Shahbaz Khan, para pelaku wisata internasional, akademisi, mahasiswa, dan masyarakat umum.

Sementara itu, Pemprov NTB di bawah kepemimpinan Gubernur Zulkiflimansyah dan Wakil Gubernur Sitti Rohmi Djalilah tak ingin hanya sekedar memberdayakan sektor pariwisatanya saja, pelestarian alam dan budayanya juga harus dijadikan sebagai prioritas.

"Saya ingin menekankan pariwisata dan reservasi alam tidak dapat dipisahkan. Pariwisata harus sejalan dengan reservasi alam, bukan tanpanya," ujar Wakil Gubernur NTB Rohmi saat membuka secara daring acara tersebut.

Rohmi menyampaikan, untuk menjalankan pariwisata dan pelestarian harus ada kerjasama yang baik antara pemerintah dan lembaga non-pemerintah, terutama masyarakat untuk terus melestarikan dan menjaga alam.

Geotourism, kata Rohmi merupakan pariwisata yang berkelanjutan dengan fokus utama pada fitur geologi bumi dengan cara menumbuhkan pemahaman lingkungan dan budaya, apresiasi, konservasi, dan keuntungan lokal.

Geotorism memiliki hubungan dengan ekowisata, wisata budaya, dan wisata petualangan. Namun, tidak identik dengan salah satu dari bentuk-bentuk pariwisata tersebut.

Sementara itu, Diretur UNESCO Regional Science Bureau for Asia and the Pacific Prof Shahbaz Khan menyampaikan, sektor Pariwisata di NTB memang  belakangan ini tengah dihantam cobaan bertubi-tubi.

Belum sembuh dari rekontruksi pasca bencana alam gempa bumi 2018 yang lalu, pandemi Covid-19 juga kini membuat sektor pariwisata di NTB kian tiarap.

Namun, hal ini justru akan semakin membuat NTB banyak belajar untuk mempersiapkan kembali sektor pariwisatanya di masa era baru atau new normal dan di masa yang akan datang.

“Insya Allah everything becomes better in the future,” kata Shahbaz Khan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com