Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gubernur Kalbar Ancam Copot Kepala Dinas yang Diam-diam Dukung Paslon di Pilkada 2020

Kompas.com - 02/07/2020, 23:21 WIB
Hendra Cipta,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

PONTIANAK, KOMPAS.com – Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji mengingatkan jajarannya untuk tetap netral selama tahapan Pilkada 2020 berlangsung.

Sutarmidji bahkan mengancam akan mencopot kepala dinasnya yang terbukti mendukung salah satu pasangan calon.

“Saya ingatkan ya. Kepala dinas di provinsi, kalau dia macam-macam (dukung paslon pilkada), biar saudaranya yang maju, tetap tak boleh. Kalau lakukan itu, saya copot, pasti saya copot,” kata Sutarmidji dalam keterangan tertulisnya, Kamis (2/7/2020).

Baca juga: Terlibat Bisnis Sabu, Oknum Polisi dan ASN di Nunukan Ditangkap

Sutarmidji menyebut, jika ada salah satu jajarannya yang berpihak saat salah satu calon dalam Pilkada serentak 2020, dia pasti akan tahu.

Karenanya, Sutarmidji meminta seluruh aparatur sipil negara (ASN) di Kalimantan Barat menjaga netralitas.

"Jadi biarkan antarcalon yang bertarung. Kita jadi wasit dan penonton yang baik aja,” ujar Sutarmidji.

Sebagai informasi, ada tujuh kabupaten di Kalimantan Barat yang akan menggelar pemilihan kepala daerah pada tahun ini yaitu Kabupaten Sambas, Bengkayang, Sekadau, Melawi, Sintang, Kapuas Hulu dan Ketapang.

Baca juga: Pilkada 2020, Khofifah Tunjuk 9 Pjs di Jatim

Sebelumnya diberitakan, Inspektur Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Tumpak Haposan Simanjuntak mengatakan, banyak aduan soal ketidaknetralan ASN yang tidak ditindaklanjuti oleh kepala daerah.

Aduan ini disampaikan oleh Komisi ASN (KASN) yang telah menindaklanjuti kasus ketidaknetralan tersebut.

"Kami sehari-hari banyak menerima aduan bahwa rekomendasi KASN banyak yang tidak ditindaklanjuti oleh kepala daerah," ujar Tumpak Selasa (30/6/2020).

Tumpak menduga, salah satu faktor penyebabnya yakni adanya dua aturan soal sanksi bagi kasus ketidaknetralan ASN.

Pertama, UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah.

Baca juga: ASN di Surabaya Diminta Urunan Bantu Penanganan Covid-19, Pemkot Bantah Kekurangan Dana

Tumpak mengungkapkan, ada banyak duplikasi atas kedua aturan itu. Akibatnya, ada kerancuan dalam proses pemberian sanksi jika ada kasus ketidaknetralan ASN.

"Sehingga UU Nomor 5 Tahun 2014 saat ini sedang diinisiasi oleh DPR untuk direvisi. Inilah kenapa kami pakai UU lain, yakni UU Nomor 23 Tahun 2014 dalam konteks penjatuhan sanksi administratif dan pemberhentian sebab semua sudah diatur jelas," ungkap Tumpak.

Lebih lanjut Tumpak mengatakan, hingga saat ini sudah ada 379 aduan soal ketidaknetralan ASN menjelang Pilkada Serentak 2020.

Aduan ini telah dilaporkan langsung kepada KASN dan telah ditindaklanjuti.

"Di sana-sini sudah ada pengaduan-pengaduan. Contoh saja, aduan soal netralitas ASN ke KASN ada 379 aduan, yang juga sudah disampaikan dan dibahas dengan Bawaslu," tutur dia.

Baca juga: Penelitian SPD: Mayoritas Pemilih Mau Menerima Uang dari Peserta Pilkada

Tumpak akan segera membahas netralitas ASN dalam Pilkada dengan KemenPAN-RB.

Kemendagri dan KemenPAN-RB akan menyusun surat keputusan bersama (SKB) soal implementasi menjaga netralitas ASN di lapangan.

SKB tersebut nantinya juga akan membahas sanksi bagi ASN jika masih terbukti melanggar aturan netralitas selama Pilkada.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com