Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Mereka Sebut Kami 'Laowei', Artinya Orang Rendahan..."

Kompas.com - 14/05/2020, 04:00 WIB
Michael Hangga Wismabrata

Editor

KOMPAS.com - Yuli Triyanto (26), mantan anak buah kapal (ABK) sebuah kapal asing China, menuturkan, banyak ABK asal Indonesia yang kerja di kapal asing hanya modal nekat.

Menurut Yuli, mereka biasanya bekerja tanpa bekal keahlian dan pengetahuan yang cukup.

Hal itu yang sering membuat ABK Indonesia dipandang rendah, diremehkan dan bahkan diperlakukan kasar oleh ABK lainnya.  

Baca juga: Menlu: Perlakuan Terhadap ABK di Kapal Long Xing 629 Mencederai HAM

"Mereka menyebut kami ABK asal Indonesia dengan panggilan laowei yang kira kira artinya orang rendahan," katanya.

Selain itu, Yuli menceritakan, mereka yang kerap mendapat perlakuan tidak layak dan kasar, biasanya karena kurang bisa membawa diri dalam bekerja di lautan dengan orang asing dan membuat kesalahan saat bekerja.

Dua tahun bekerja di kapal asing China

Yuli saat menjadi ABK , memperlihatkan cumi cumi sebesar 80 kilogram hasil tangkapan di perairan PeruDokumentasi Pribadi Yuli Triyanto Yuli saat menjadi ABK , memperlihatkan cumi cumi sebesar 80 kilogram hasil tangkapan di perairan Peru
Saat ditemui Kompas.com di rumahnya, Yuli mengaku pernah bekerja selama dua tahun di kapal asing berbendera China bernama Shouzu, kapal pemburu cumi-cumi di lautan Peru hingga Uruguay.

Yuli mengungkapkan, alasan dirinya mendaftar untuk menjadi ABK tak lain karena desakan ekonomi.

Saat memutuskan untuk mendaftar di sebuah agen penyaluran tenaga kerja di Pemalang, Jawa Tengah, dalam hati dia berharap akan dapat merubah nasib keluarganya. 

Saat itu, dirinya mendaftar bersama dua teman sebayanya. 

Baca juga: Kisah ABK Asal Demak di Kapal China, Dianggap Orang Rendahan dan Gaji Tak Sesuai Kontrak

"Kontrak saya dengan PT di Pemalang itu, tertera gaji 300 USD. Dibayarkan tiap tiga bulan sekali dikirimkan ke rumah," tutur Yuli di rumahnya, RT 3 RW 4, Dukuh Karangturi, Desa Karangrejo, Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Rabu (13/5/2020).

Sayangnya, setelah mulai bekerja, gaji yang dikirimkan sudah terpotong 100 USD per bulannya. Pihak perusahaan, saat itu, berjanji akan memberikan sisanya setelah kontrak selesai.

Yuli mengaku masih beruntung, karena meskipun tak dibayar penuh, pihak penyalur masih bertanggung jawab untuk mentransfer gajinya melalui rekening.

"Banyak kawan dan kenalan saya yang tertipu penyalur. Bertahun-tahun susah payah memeras keringat tak menghasilkan apa apa," katanya menghela napas.

Pakai bahasa isyarat

Yuli saat menjadi ABK , memperlihatkan cumi cumi sebesar 80 kilogram hasil tangkapan di perairan PeruDokumentasi Pribadi Yuli Triyanto Yuli saat menjadi ABK , memperlihatkan cumi cumi sebesar 80 kilogram hasil tangkapan di perairan Peru

Yuli mengaku, pekan pertama bekerja tanpa ada pembekalan sama sekali dari penyalur tenaga kerja.

Dirinya juga tak diajarkan bagaimana standa operasional prosedur (SOP) di pekerjaannya itu.

Yuli menceritakan, saat itu dia terpaksa memakai bahasa isyarat untuk berkomunikasi dengan ABK lainnya.

"Awalnya pakai bahasa isyarat. Orang-orang China di atas kapal tempat saya bekerja itu tegas dan disiplin. Tanpa basa basi. Kerja dan kerja adalah keseharian mereka," ungkapnya dengan mimik serius.

Dirinya pun merasakan, apabila dia memiliki bekal bahasa dan pengetahuan dasar tentang bekerja di kapal asing, tindakan semena-mena mungkin bisa diminimalisir.

 

Perlakuan tak adil

Ilustrasi kapal menangkap ikan di laut lepas.SHUTTERSTOCK Ilustrasi kapal menangkap ikan di laut lepas.

Yuli mengakui, nasib ABK Indonesia saat itu sering diperlakukan tidak adil, termasuk masalah bonus.

Berdasarkan perintah kapten, menurut Yulu, tiap satu ton cumi-cumi yang ditangkap ada bonus 80 USD.

Kenyataanya, sampai kontrak habis Yuli tidak pernah mendapatkan bagian apa pun.

Padahal ketika dikalkulasi harusnya dia mendapat bonus untuk 20 ton hasil tangkapan kailnya.

"Tiap 100 ton bongkar muatan. Di tengah laut ada kapal collecting yang mengambil hasil tangkapan dan menyetor perbekalan selama di kapal," ucapnya.

Selain itu, salah satu ABK Indonesia yang juga teman Yuli, tak mendapat gaji sama sekali selama 12 bulan.

Baca juga: Serahkan Bantuan, Gibran Dapat Pesan Rahasia dari Ganjar, Apa Isinya?

Setelah dua tahun bekerja di kapal, Yuli saat ini menekuni usaha rental mobil. Namun, usaha itu menurut Yuli, bukan dari hasil jerih payahnya sebagai ABK di kapal China.

Dirinya mengaku, gaji saat menjadi ABK sudah tak bersisa.

"Modal awalnya mobil satu, itupun masih menganggur. Jadi fasilitas yang saat ini saya nikmati justru hasil kerja setelah melaut. Hasil jadi ABK tak ada bekasnya," ujarnya lagi lagi tanpa senyum.

Terkait kasus sejumlah ABK Indonesia yang akhir-akhir ini menjadi sorotan, dirinya berharap pemerintah untuk lebih menindak calo-calot tenaga kerja untuk kapal asing. 

Jika calon dapat ditindak dan diawasi, penyaluran tenaga kerja akan sesuai prosedur resmi. Para calon ABK pun mendapat pelatihan dan pengetahuan yang cukup sebelum bekerja di kapal milik negara lain. 

Yuli pun berharap pemerintah melindungi para ABK Indonesia yang bekerja di kapal asing. 

(Penulis: Kontributor Demak, Ari Widodo | Editor: Teuku Muhammad Valdy Arief)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com