Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah ABK Asal Demak di Kapal China, Dianggap Orang Rendahan dan Gaji Tak Sesuai Kontrak

Kompas.com - 13/05/2020, 16:31 WIB
Ari Widodo,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

 

Sempat Dikira Sudah Meninggal

Matanya agak berkaca saat mengenang tahun pertamanya di kapal.

Selama setahun penuh Yuli dan awak kapal asal Indonesia lainnya dilarang berkomunikasi dengan keluarga.

Bahkan, keluarga di kampung halaman hampir yakin kalau Yuli meninggal di laut.

Kawan Yuli sesama ABK asal Indonesia bahkan tidak menerima gaji pada 12 bulan pertamanya bekerja.

Meski bisa makan tiga kali sehari tetapi menu yang disajikan sama rasa, sama rata.

Baca juga: Perbudakan ABK, Ini Langkah yang Diambil KKP

Mayoritas daging babi yang disajikan. Tiap pagi makan bubur cair. Tidak ada sajian khusus untuk ABK Indonesia yang mayoritas muslim.

Adapun fasilitas kesehatan di kapal tersebut, ada seorang tenaga medis yang bertugas melayani empat kapal.

Gaji Dua Tahun Melaut Tak Bersisa

Setelah masa kontraknya habis, Yuli pulang ke kampung halamannya.

Saat itu, dia mendapatkan kenyataan pahit uang yang terkumpul selama ini hanya cukup untuk biaya hidup sehari-hari keluarganya.

Selain itu, uang hasil kerja kerasnya juga habis untuk berobat kakaknya yang sakit.

"Lebih lebih potongan gaji yang tertahan di penyalur proses pencairannya lama," ujarnya.

Yuli menampik, anggapan pelaut itu pulang dengan uang banyak.

Baca juga: Kuasa Hukum Perjuangkan Ganti Rugi ABK yang Dilarung di Laut

Dia merasa lebih beruntung karena meskipun tak dibayar penuh, pihak penyalur masih bertanggung jawab untuk mentransfer gajinya melalui rekening.

"Banyak kawan dan kenalan saya yang tertipu penyalur. Bertahun-tahun susah payah memeras keringat tak menghasilkan apa apa." katanya menghela napas.

Saat Kompas.com bergurau dengan mengatakan dia sukses setelah melaut, Yuli pun kembali mengungkap kenyataan sisa hasil kerja selama dua tahun di lautan tidak cukup untuk membeli apa pun.

Rumah yang ditempatinya adalah warisan nenek. Mobil yang berjejer di luar rumahnya adalah hasil usahanya merintis rental mobil.

"Modal awalnya mobil satu, itupun masih menganggur. Jadi fasilitas yang saat ini saya nikmati justru hasil kerja setelah melaut. Hasil jadi ABK tak ada bekasnya," ujarnya lagi lagi tanpa senyum.

Baca juga: Menlu: China Sedang Investigasi Perusahaan yang Mempekerjakan ABK WNI

Dia hanya berharap, demi para penerusnya yang berminat mengadu nasib di kapal menjadi TKI hendaknya Pemerintah Indonesia yang melindungi hak hak warga negara sehingga tak mendapat perlakuan buruk dari orang asing.

Jangan lagi ada proses berbelit belit dalam penyaluran tenaga kerja. Yuli juga berharap pengawasan terhadap proses percaloan di bidang tenaga kerja makin diperketat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com