Siswanya berasal dari Amerika Serikat, Kanada, Korea Selatan, Jepang, Bangladesh, Sri Lanka, India, dan beberapa negara dari Eropa.
"Selain dari Salatiga, siswa tersebut berasal dari beberapa daerah di Jawa Tengah. Orangtuanya ada yang bekerja atau studi, belajar Bahasa Indonesia," paparnya.
Menurut Elia, Jungle School tetap menggunakan kurikulum nasional sebagai basis pembelajaran.
Namun karena siswanya dari berbagai daerah, metode penyampaiannya diimprovisasi.
"Semua tetap sesuai kurikulum. Kita mengenalkan calistung, IPA, IPS, sejarah, dan juga pengenalan agama," kata Elia.
Baca juga: Toleransi dalam Pondok Pesantren di Bali yang 50 Persen Gurunya Beragama Hindu
Di setiap kelas, setidaknya ada dua guru yang mengampu pelajaran.
"Kalau di kelas ada siswa berkebutuhan khusus, maka di kelas ada tiga guru," jelasnya. Saat ini, total ada 39 guru yang mengajar.
Sementara Wali Kota Salatiga, Yuliyanto mendukung gagasan pembelajaran di Jungle School.
"Ini adalah contoh konsep riil dari belajar merdeka, merdeka belajar. Sekaligus mengukuhkan Salatiga sebagai kota pendidikan karena siswanya juga berasal dari luar negeri," tegasnya.
Menurut Yuliyanto, dengan metode pembelajaran tersebut akan tercipta akulturasi budaya sejak dini.
"Dengan konsep tanpa sekat, semua bisa saling mengenal, saling belajar. Baik dari segi budaya, bahasa, maupun pengalaman antarnegara," jelasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.