Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tuntut Izin Tambang Emas Dicabut, Warga Banyuwangi "Ngontel" ke Kantor Gubernur Jatim

Kompas.com - 16/02/2020, 15:00 WIB
Bagus Supriadi,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JEMBER, KOMPAS.com - Masyarakat Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi yang tergabung dalam solidaritas masyarakat tolak tambang menggelar aksi "ngontel" bareng ke kantor Gubernur Jawa Timur.

Mereka berangkat pada Sabtu (14/2/2020), kemudian istirahat di Ponpes Asshidiqi Putri (Ashri) Jember.

Selanjutnya, mereka kembali meneruskan perjalanannya pada Minggu (16/2/2020) untuk menghadap Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawasa.

“Kami berangkat dengan tujuan Gubernur menutup tambang emas,” kata Usman A Halimi, salah satu warga pada Kompas.com di Ponpes Ashri.

Baca juga: Polisi Tutup 23 Lubang Tambang Emas Ilegal di Gunung Pongkor Bogor

Menurut dia, aksi ngontel bareng itu merupakan bentuk dari keseriusan warga untuk menolak tambang.

“Ini iktikad kami atas kerisauan kami terhadap pertambangan yang meresahkan warga,” ucapnya.

Baca juga: Belasan Komunitas Seni Suarakan Tolak Tambang Emas di Aceh Tengah

Dampak tambang emas: krisis ekologi dan krisis sosial

Di gunung Tumpang Pitu, kata dia, sudah mendapat izin operasi pertambangan sejak tahun 2017 lalu.

Dampaknya, pernah terjadi banjir, krisis sosial antar warga, bahkan antar keluarga tidak akur.

“Tambang ini akan diperluas di wilayah yang dekat dengan pemukiman warga,” terangnya.

Padahal, lanjut dia, wilayah tersebut, yakni Gunung Salakan, merupakan lokasi cadangan air bagi warga. Baik untuk konsumsi maupun mengairi sawah.

Baca juga: Polda Banten Tutup 25 Tambang Emas yang Sebabkan Banjir Bandang

“Gunung Salakan ini belum keluar izinnya, masih penelitian. Untuk itu kami menolak,” jelas dia. 

Sebab, krisis sosial ekologi sudah terjadi di masyarakat. Warga tidak ingin terjadi konflik yang semakin parah karena tambang ini.

“Warga ada di kaki Gunung Salakan, tidak ada jarak dan sangat dekat, kalau jalan kaki mungkin dua jam,” papar dia.

Sekarang, masyarakat sekitar ada yang menjaga Gunung Salakan, tidak memblokir.

“Kami mempertahankan di Gunung Salakan, karena belajar di Gunung Tumpang Pitu, kami tidak mau memberikan sejengkal tanan untuk tambang,” papar dia.

Ada sekitar 300 tenda yang dihuni oleh warga yang setiap hari diisi oleh warga sekitar. Sebagian berangkat ke Surabaya untuk menemui Gubernur meminta Gunung Salakan itu tidak ditambang.

“Tuntutan ke Gubernur menandatangani pencabutan IUP PT BSI dan PT DSI,” tegas dia.

 

 

 

Perusahaan sudah kantongi izin 

PT BSI mengantongi izin IUP Operasi Produksi di Gunung Tumpang Pitu dan sekitarnya, di Desa Sumberagung, berdasarkan Keputusan Bupati Banyuwangi No.188/547/KEP/429.011/2012 tanggal 9 Juli 2012.

Izin tersebut seluas 4.998,45 hektar, yang berlaku hingga 25 Januari 2030.

Sementara IUP eksplorasi PT DSI diterbitkan berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Timur No. P2T/83/ 15.01/V/2018 tanggal 17 Mei 2018.

PT DSI telah memperoleh penambahan jangka waktu kegiatan eksplorasi dan studi kelayakan yang berlokasi di Desa Sumberagung seluas 6.558,46 hektar sampai 25 Januari 2022.

Sudarmono, Senior Manager External Affairs PT Bumi Suksesindo (PT BSI), dalam surat sanggahannya kepada Kompas.com tertanggal 17 Februari 2020 menyatakan bahwa area Lompongan yang berdekatan dengan permukiman di Dusun Pancer yang saat ini dieksplorasi oleh PT BSI sudah sesuai dengan IUP dan IPPKH Eksplorasi yang dimiliki perusahaan. 

Kawasan Salakan yang berada dalam konsesi PT Damai Suksesindo (DSI) juga mengantogi IUP dan IPPKH Eksplorasi.

Tuduhan penolak tambang dinilai tidak berdasar

Menurut Sudarmono, nara sumber Usman A Halimi yang sebelumnya dikutip sebagai salah satu warga, bukanlah penduduk Dusun Pancer, warga Desa Sumber Agung, bahkan anggota masyarakat Kecamatan Pesanggaran. 

"Pernyataan bahwa operasi tambang Tujuh Bukit berdampak pernah terjadi banjir, krisis sosial antarwarga, bahkan antarkeluarga tidak akur, dan krisis ekologi, adalah tuduhan serius yang belum pernah dibuktikan oleh pihak-pihak yang menuduh," tulisnya. 

"Gunung Salakan adalah lokasi cadangan air, baik untuk konsumsi warga ataupun mengairi sawah. Penolak tambang yang melontarkan tuduhan ini hanya berdasar klaim dan praduga. PT DSI belum melakukan aktivitas operasi tambang apapun di Kawasan Salakan dan sangat tidak benar bila saat ada persawahan di wilayah Dusun Pancer."

Selanjutnya, pihak BSI menilai klaim warga tidak akan memberikan sejengkal pun tanah mereka untuk tambang merupakan pernyataan tidak mendasar. 

"Tidak ada lahan atau tanah milik warga Dusun Pancer di seluruh areal IUP PT BSI dan PT DSI," lanjut Sudarmono dalam suratnya. 

"Wilayah hutan dan perkebunan di Kecamatan Pesaggaran umumnya berada dalam penguasaan Perhutani, termasuk permukiman Dusun Pancer yang berstatus sebagai hibah yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur pada 1972," tutupnya.  

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com