KOMPAS.com - Hampir 19 tahun yang lalu, tepatnya tahun 2001. Sonto Wiryo yang saat itu berusia 65 tahun berniat memotong dahan pohon waru yang menumpang di dahan pohon mangg.
Pohon tersebut tumbuh di dekat rumahnya di Dusun Crangah, Desa Hargotirto, Kecamatan Kokap, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Rencana tersebut sempat dilarang Mukijem, istrinya karena dianggap berbahaya.
Namun Sonto tetap melakukan niatnya. Sekali tebas, dahan langsung patah dan pohon kembali tegak.
Baca juga: Tangannya Menggantung-gantung Patah Belasan Tahun, tapi Sonto Wiryo Tetap Semangat Bekerja
Nasib berbeda dialami Sonto. Ia terlontar melewati pohon durian dan terbentur pohon kajar.
Sonto jatuh dari ketinggian 9 meter.
Nartono dan kakaknya, kerabat Sonto langsung membantu pria yang dipanggil Pak Tua tersebut. Dalam kondisi sadar Sonto muntah darah. Ia lalu dilarikan ke RSUD Wates lalu dirujuk ke Yogyakarta.
Hampir 3 bulan Sonto menjalani perawatan di rumah sakit. Sonto alami luka dalam dan tangannya patah jadi dua.
Baca juga: Kisah Pilu Dewi: Ditinggal Suami Saat Hamil, Anak Meninggal hingga Dibawa Paksa Ojek Online
Di kebun tersebut terdapat pohon durian, manggis bahkan petai.
Kala itu pengobatan yang dilakukan fokus pada luka dalam, hingga tangan Sonto yang patah jadi dua terlambat ditangani.
Tulang tangan kanan Sonto tidak tersambung sempurna hingga menggantung. Selain itu Sonto kehilangan suaranya. Saat berbicara, suara Sonto terdengar parau.
Baca juga: Kisah Pilu Gadis Penderita Kista Asal Cianjur, Pernah Tampil di Depan Jokowi
"Yang tersisa adalah suaranya yang parau," kata Nartono (44), kerabat Sonto kepada Kompas.com, Minggu (17/11/2019).
19 tahun setelah kejadian tangan kanan Sonto tidak lagi normal.
Pada daging lengan atas berbentuk tonjolan tulang patah, sehingga lengan bagian bawahnya menggantung.
Barno (48) anak bungsu Sonto mengatakan tulang lengan ayahnya yang menggantung tertahan urat dan otot.
Untuk aktivitas sehari-hari, dia mengandalkan tangan kirinya.
"Niki patah. Mboten saget (Ini patah. Tidak bisa). Kulo dawah saking inggil (saya jatuh dari atas)," kata Sonto dengan suara parau.
Baca juga: Kisah Kakek Diwisuda pada Usia 85 Tahun, Murid Saat di SMP Jadi Dosen di Kelas hingga Raih IPK 3,5
Produksi gula merah itu menjadi penghasilan utama bagi keluarganya,
Namun saat ini, Sonto dan istrinya mengandalkan cucunya untuk menyadp nira.
Sehari-hari Sonto mencari bahan bakar untuk produksi gula nira dengan mengandalkan tangan kirinya. Mulai pagi hingga sore ia mengumpulkan kayu bakar dan pelepah pohon pisang serta ranting kering.
Baca juga: Kisah Warga Pulau Ende, Turun Temurun Terpaksa Minum Air Sumur yang Rasanya Asin
Ia juga mencari pakan untuk kambing peliharaannya di sekitar desanya yang memiliki kontur tebing dan jurang.
Bahkan Sonto yang saat ini berusia 84 tahun masih bisa mengangkat pacul dan memecah batu.
"Niki ngangge genen (ini untuk pengapian tungku)," kata Sonto sambil tersenyum.
Selama sehari, Sonto dan Mukijem (80) bisa membuat maksimal 4 kilogram gula merah. Mereka akan mendapatkan uang Rp 50.000 setiap dua hari sekali dari penjualan gula merah olahannya.
Baca juga: Kisah Warga Pulau Ende, Turun Temurun Terpaksa Minum Air Sumur yang Rasanya Asin
Rumah Sonto berada di salah satu tebing yang curam. Rumah sederhana tersebut terbuat dari dinding kayu dan asbes.
Lantainya semen halus. Rumahnya tertata rapi dengan kandang kambing di depan rumah yang bersih.
"Rumah bikin sendiri. Dinding sendiri. Membangun sendiri. Lantai ini (semen) dibantu anak-anak," kata Mujikem.
Baca juga: Kisah Sugiarto, si Tukang Berantem yang Sukses Jual Sepatu ke AS
Jarak satu rumah dengan rumah lainnya terpisah kebun yang lebar.
Untuk menuju ke Dusun Crangah, warga harus melewati jalan semen yang rusak dan sempit. Jalan tersebut berada di antara jurang dan tebing.
Saat musim hujan, Dusun Crangah menjadi langganan longsor.
Sonto dan istrinya mendapat bantuan uang tunai dari Program Keluarga Harapan. Bantuan dengan total Rp 5 juta disalurkan 4 kali dan satu tahun. Bantuan lain juga mengalir dari pemerintah.
Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) untuk Desa Hargotirto, Rina Rohman Iyati mengatakan ada 596 keluarga penerima manfaat PKH di desa tersebut.
Baca juga: Kisah Intan Khasanah, Lulusan Cumlaude UI yang Bangkit dari Kanker
SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Dani Julius Zebua | Editor: Aprillia Ika)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.