Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ratusan Bangkai Babi yang Mengapung di Sungai Bedera Medan Diduga Terserang Virus Kolera

Kompas.com - 06/11/2019, 16:18 WIB
Dewantoro,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

MEDAN, KOMPAS.com - Ratusan bangkai babi yang mengapung di Sungai Bedera, Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan, Sumut, Selasa (5/11/2019), diduga terserang hog cholera atau kolera babi.

"Saya yakin itu kena hog cholera juga, tapi untuk penyakit kan tidak bisa menduga-duga," ujar Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumatera Utara, Azhar Harahap, kepada wartawan saat di kantornya, Rabu (6/11/2019).

Baca juga: Ratusan Bangkai Babi Mengapung di Sungai Bedera Medan, Jumlahnya Terus Bertambah

Azhar mengatakan, dia sudah memerintahkan Dinas Peternakan Medan untuk mengambil sampel di lapangan.

Diketahui, serangan kolera babi sudah mewabah di  11 kabupaten di Sumatera Utara.

Hingga Selasa, tercatat sebanyak 4.682 ekor babi mati. Sementara itu, ratusan bangkai babi yang mengapung di Sungai Bedera diduga kuat mati juga terkena wabah. 

Azhar mengatakan, 11 kabupaten tersebut yakni Dairi, Humbang Hasundutan, Deliserdang, Medan, Karo, Toba Samosir, Serdang Bedagai, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, dan Samosir.  

Dijelaskannya, awalnya pihaknya mendapatkan laporan adanya kematian ternak babi pada 25 September lalu.

Berdasarkan laporan itu, keesokan harinya pihaknya turun ke Dairi. Selainjutnya, kematian yang sama juga terjadi di Humbang Hasundutan, Karo dan Deli Serdang. 

Virus, kata dia, tidak bisa dilakukan pengobatan. Menurutnya, yang bisa dilakukan adalah upaya pencegahan termasuk dalam hal kebersihan atau sanitasi, pemberian disinfektan, vaksinasi, dan vitamin untuk menambah daya tahan tubuhnya. 

 Sda sembilan rekomendasi untuk mencegah penyebaran hog cholera. Di antaranya adalah meminimalisir perpindahan ternak babi antar desa, kecamatan dan kabupaten/kota.

"Saat ini jumlah kematian ternak babi di Sumut sudah mencapai 468 kematian," ujar dia.

 Selain meminimalisir perpindahan ternak, ternak yang mati juga harus dikubur.

Begitupun jika ada penyembelihan, darahnya juga harus dibuang ke dalam tanah. Bukan dibuang ke sungai ataupun ke hutan.

"Karena itu bisa berdampak pada percepatan penyebaran ke ternak yang lain dan mengganggu ketentraman masyarakat," kata dia. 

 Namun demikian, keberhasilan pencegahan itu tergantung kepada masyarakatnya. Karena tidak semua bisa terpantau oleh pemerintah.

Pernah terjadi di 2009

Serangan hog cholera bukan baru pertama kali terjadi di Sumatera Utara. Azhar mengatakan, wabah itu telah memusnahkan babi di Sumut 20 tahun yang lalu.

Sedangkan Kepala Bidang Kesehatan Hewan Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumatetera Utara, Mulkan Harahap mengatakan, wabah itu terjadi pada 2009.

Namun demikian dia tidak merinci berapa banyak populasi ternak babi saat itu.

Sedangkan saat ini, di Sumatera Utara tercatat ada sebanyak 1,2 juta ekor ternak babi. Angka tersebut belum ditambah dari populasi ternak babi milik perusahaan.

"Dari angka itu, ada 4.682 ekor ternak babi yang mati karena hog cholera," katanya. 

Masih aman Dikonsumsi

Azhar menyampaikan, kolera babi sampai saat ini hanya menyerang pada babi.

Meskipun penularannya bisa terjadi melalui udara, tapi hingga kini belum ditemukan virus tersebut menular ke manusia.

Baca juga: Misteri Ratusan Bangkai Babi Mengapung di Sungai di Kota Medan...

Dengan demikian, ternak babi yang terkena hog cholera masih aman dikonsumsi.

Hog cholera, kata dia, berbeda dengan African swan fever (ASF).

Menurutnya, hinga saat ini yang menyerang pada ternak babi di Sumut masih hog cholera. Jika pun ditemukan adanya serangan ASF, maka yang menyatakan itu adalah terletak pada kewenangan menteri pertanian.  

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com