"Ada undangan kumbakarnan (rapat persiapan pesta pernikahan) banyak masyarakat yang tak datang. Banyak yang bilang di jalan warga diteriakin tidak boleh datang ke rumah," kata anak pertama Tini, Siti (27).
"Ada orang yang melarang warga supaya tidak datang ke rumah. Entah apa masalahnya, pertama katanya pilkades."
Siti menyampaikan ibunya telah melaksanakan tugas sebagai warga dengan baik, seperti arisan dan gotong royong.
"Pak RT biasanya bisa menyelesaikan kok ini tidak. Acara klumpukan ulem (undangan) biasanya pakai pengeras suara datang. Tapi kok tidak seperti biasanya," katanya.
Di samping itu setiap ada hajatan pernikahan pasti selalu dihadiri ratusan warga.
Namun, pada hajatan pernikahan di tempatnya tak banyak warga yang datang membantu.
"Hari besoknya ibu ngasih nasi sebagai tanda terima kasih dan silaturahmi karena sama-sama membantu, tapi banyak yang menolak. Ada yang menerima, tapi diambil oknum terus dikembalikan," tuturnya.
Baca juga: Dikalahkan Sopir Bus, Paman Jokowi Gagal di Pilkades Sragen
Meskipun banyak warga sekitar yang tak datang membantu, Siti mengatakan hajatan yang digelar berjalan lancar.
Justru bantuan datang dari warga lain di luar desanya. Mereka ada yang menjadi penyaji tamu undangan.
Siti mengaku sempat kecewa dengan sikap warga terhadap ibunya.
Ibunya yang tak tahu apa-apa soal pilkades justru dijadikan korban sampai tidak ada warga yang mau datang membantu acara hajatan.
"Mamak saya itu salahnya di mana. Kok mamak saya yang diikut-ikutkan?" tanya Siti.
"Mamak saya itu bukan kader dan bukan tim sukses dari calon mana pun. Kenapa dikucilkan seperti itu."
Baca juga: Kisah Ibu dan Anak di Sragen Bersaing dalam Pilkades 2019