Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Suyati Rawat Ibu dan Anak yang Lumpuh, Tak Mampu Beli Pembalut hingga Berharap Belas Kasih Tetangga

Kompas.com - 17/10/2019, 09:30 WIB
Sukoco,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

NGAWI, KOMPAS.com –  Suyati (60) bergegas menuju ke rumah sederhana dari kayu dan bambu berukuran 4X6 meter persegi sambil membawa nasi berlauk mi goreng di mangkuk plastik.

Di ruangan yang hanya terdapat kasur lusuh dan kursi tua, ibunya, Nenek Jamini (85) terlihat duduk di lantai semen yang sudah retak-retak.

Nenek Jamini terlihat meraba raba mangkuk plastik yang disodorkan oleh Suyati.

“Ibu ini sudah lumpuh dan penglihatannya sudah memburuk. Dia tidak bia membedakan malam sama siang,” ujar Suyati, Rabu (16/10/2019).

Suyati, warga Desa Kedung Putri, Kecamatan Paron, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, kembali bergegas ke rumah sederhana yang kurang lebih sama keadaannya dengan rumah yang dihuni Mbah Jamini.

Dia harus mempersiapkan kebutuhan mandi Rini Setyo Utami (45), anaknya yang juga mengalami lumpuh.

“Meski lumpuh tapi Rini bisa mandi sendiri. Untuk ke kamar mandi ya ngesot,” ujar Suyati.

Baca juga: Kisah Kakek Germanus, Puluhan Tahun Hidup di Gubuk Reyot Tanpa Listrik, Makan dari Belas Kasih Tetangga

Meski sama sama lumpuh, tapi Jamini enggan dirawat satu rumah dengan Rini.

Jika dirawat di rumah yang juga ditinggali Rini, malam hari Jamini akan merangkak kembali ke rumah yang terletak di belakang.

Rini menderita demam tinggi, ibunya jatuh hinga lumpuh.

Suyati menceritakan, saat lahir keadaan Rini biasa seperti bayi pada umumnya.

Namun pada saat umur 1 bulan, Rini menderita panas yang sangat tinggi.

Karena jauh dari rumah sakit, Suyati hanya membawa anaknya diperiksa ke mantri yang lebih dekat dengan kediaman mereka.

Mesti sempat disuntik, tapi demam Rini semakin tinggi dan membuat pertumbuhannya menjadi terhambat.

Sejak saat itu tubuh Rini seperti tak memiliki otot untuk menyangga tubuhnya.

Namun, Suyati dengan sabar merawat anaknya hingga tumbuh dewasa.

“Sehari harinya ya hanya nonton tv di kamar," ujar Suyati.

Rini cukup memahami keadaan perekonomian ibunya yang menjanda. Tak ada permintaan yang aneh-aneh.

Meski dengan bahasa yang lebih mirip merintih, sebenarnya ada beberapa permintaan dari putrinya itu.

Namun, karena tak punya uang Suyati tak bisa mengabulkan permintaan itu.

“Untuk pembalut aja saya tidak bisa belikan. Jadi ya begitu saja, kalau ada kotor dicuci,” ucapnya.

Berharap bantuan tetangga.

Merawat dua orang yang lumpuh merupakan tugas yang cukup berat bagi Suyati. Apalagi jika harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Dulu Suyati bekerja serabutan dengan menjadi buruh tani. Namun, sejak  sakit pinggang, Suyati kini hanya berharap pada pemberian kakak Rini yang sudah menikah dan pemberian dari tetangga untuk memenuhi kebutuhan makan kedua orang yang dicintainya.

“ Karena pikun ibu kadang minta makan sampai tujuh kali. Kalau tidak dikasih terika-teriak,” ujar dia.

Baca juga: Kisah RS, Siswa SD 2 Tahun Depresi karena Dibully, Kini Bangkit untuk Bahagiakan Orangtua

Meski tinggal di rumah yang tidak layak, Suyati tidak pernah menerima bantuan beras miskin dari pemerintah.

Bahkan bantuan untuk anak anak penyandang disabilitas dari Dinas Sosial Kabupaten Ngawi juga dihentikan dua tahun lalu.

“Saya tidak tahu kenapa kami tidak dapat, justru orang yang rumahnya bagus yang dapat. Saya pernah dipanggil ke kantor, tapi katanya nama saya tidak ada,” kata Suyati.

Suyati hanya pasrah dengan keadaan yang harus ia jalani.

Dia berharap selalu diberi kesehatan sehingga bisa merawat kedua orang yang dikasihinya itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com