Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Kekerasan Seksual Merebak di Karawang, "Safe House" Dibutuhkan

Kompas.com - 20/09/2019, 08:13 WIB
Farida Farhan,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

KARAWANG, KOMPAS.com - Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Jawa Barat menilai Karawang membutuhkan rumah aman. Hal ini menyusul banyaknya kasus kekerasan seksual terhadap anak di Karawang.

"Rumah aman memang perlu, sebagai alternatif untuk tinggal korban kekerasan selama pendampingan. Agar merasa lebih aman," ungkap Wawan Wartawan, Wakil Ketua Komnas PA Jawa Barat kepada Kompas.com di Mapolres Karawang, Kamis (19/9/219).

Wawan mengatakan, anak korban kekerasan memerlukan lingkungan yang aman agar kembali tenang.

Wawan mengaku pihaknya telah mendorong Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karawang untuk menyiapkan rumah aman dan rumah singgah.

Baca juga: Hingga Agustus 2019, Ada 30 Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak di Karawang

"Yang saya tahu Pemkab (Karawang) sudah mewacanakan membuat rumah singgah. Mungkin nanti bisa di dalamya ada rumah aman untuk korban kekerasan seksual," katanya.

Menurut Wawan, masyarakat juga perlu diberikan pemahaman untuk tidak mengucilkan para korban kekerasan seksual.

"Sebab, apa yang terjadi kepada mereka (korban), diluar keinginannya," katanya.

Wawan pun meminta masyarakat bijak menggunakan media sosial, termasuk jika mengunggah konten yang berisi informasi kasus kekerasan seksual.

"Saya mengimbau masyarakat untuk tidak mengunggah nama, foto, alamat lengkap, tempat sekolah, dan nama orang tua, serta kerabat korban. Ini demi keamanan korban," katanya.

Korban kekerasan seksual ditolak masyarakat

Nur Regina, pengurus Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Karawang hanya ada rumah aman sementara, yang ditanggung oleh relawan.

Baca juga: 5 Fakta di Balik Kasus Ayah Cabuli Anak Tirinya, Rumah Diancam Dibakar hingga Terbongkar Setelah 8 Tahun

Regina membenarkan A (17), korban kekerasan seksual oleh ayah kandung sempat ditolak oleh lingkungan sekitar.

Namun, kata Regina, pihaknya telah berkoordinasi dengan camat dan pihak terkait, serta bertemu dengan ayah sambung A.

"Ahamdulillah, sekarang lebih tenang bapaknya (ayah sambung), lebih bisa menerima, sambil kita menunggu koordinasi dengan yang lainnya, agar terjadi kesepakatan, termasuk (untuk) tinggalnya," kata dia.

Regina mengatakan, kondisi A cukup baik. Hanya saja, mengeluhkan sakit kepala lantaran tengah mengandung.

"Saat saya tanya "Gimana?", dia ceria," ungkapnya.

Anak putus sekolah

Regina menyebutkan, A yang menjadi kekerasan seksual oleh ayah kandungnya merupakan anak putus sekolah. Ia hanya sekolah sampai kelas 4 SD.

"Kadang dibawa ayahnya, kemudian diambil ibunya, lalu kembali dengan ayahnya. Karena berpindah-pindah itu sehingga tidak memungkinkan untuk sekolah," katanya.

Baca juga: Guru Pesantren yang Cabuli 3 Santri Mengaku Pernah Dicabuli Saat Kecil, Polisi Duga Masih Banyak Korban Lain

P2TP2A, kata Regina, bakal terus memberikan pendampingan korban hingga kondisinya stabil.

Sebelumnya, DS (47) tega mencabuli anak kandungnya, A (17).

Bahkan, lantaran motif ekonomi, DS pernah menjual putrinya kepada pria hidung belang dengan bayaran Rp 300.000 hingga Rp 500.000.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com