Salin Artikel

Kasus Kekerasan Seksual Merebak di Karawang, "Safe House" Dibutuhkan

"Rumah aman memang perlu, sebagai alternatif untuk tinggal korban kekerasan selama pendampingan. Agar merasa lebih aman," ungkap Wawan Wartawan, Wakil Ketua Komnas PA Jawa Barat kepada Kompas.com di Mapolres Karawang, Kamis (19/9/219).

Wawan mengatakan, anak korban kekerasan memerlukan lingkungan yang aman agar kembali tenang.

Wawan mengaku pihaknya telah mendorong Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karawang untuk menyiapkan rumah aman dan rumah singgah.

"Yang saya tahu Pemkab (Karawang) sudah mewacanakan membuat rumah singgah. Mungkin nanti bisa di dalamya ada rumah aman untuk korban kekerasan seksual," katanya.

Menurut Wawan, masyarakat juga perlu diberikan pemahaman untuk tidak mengucilkan para korban kekerasan seksual.

"Sebab, apa yang terjadi kepada mereka (korban), diluar keinginannya," katanya.

Wawan pun meminta masyarakat bijak menggunakan media sosial, termasuk jika mengunggah konten yang berisi informasi kasus kekerasan seksual.

"Saya mengimbau masyarakat untuk tidak mengunggah nama, foto, alamat lengkap, tempat sekolah, dan nama orang tua, serta kerabat korban. Ini demi keamanan korban," katanya.

Korban kekerasan seksual ditolak masyarakat

Nur Regina, pengurus Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Karawang hanya ada rumah aman sementara, yang ditanggung oleh relawan.

Regina membenarkan A (17), korban kekerasan seksual oleh ayah kandung sempat ditolak oleh lingkungan sekitar.

Namun, kata Regina, pihaknya telah berkoordinasi dengan camat dan pihak terkait, serta bertemu dengan ayah sambung A.

"Ahamdulillah, sekarang lebih tenang bapaknya (ayah sambung), lebih bisa menerima, sambil kita menunggu koordinasi dengan yang lainnya, agar terjadi kesepakatan, termasuk (untuk) tinggalnya," kata dia.

Regina mengatakan, kondisi A cukup baik. Hanya saja, mengeluhkan sakit kepala lantaran tengah mengandung.

"Saat saya tanya "Gimana?", dia ceria," ungkapnya.

Anak putus sekolah

Regina menyebutkan, A yang menjadi kekerasan seksual oleh ayah kandungnya merupakan anak putus sekolah. Ia hanya sekolah sampai kelas 4 SD.

"Kadang dibawa ayahnya, kemudian diambil ibunya, lalu kembali dengan ayahnya. Karena berpindah-pindah itu sehingga tidak memungkinkan untuk sekolah," katanya.

P2TP2A, kata Regina, bakal terus memberikan pendampingan korban hingga kondisinya stabil.

Sebelumnya, DS (47) tega mencabuli anak kandungnya, A (17).

Bahkan, lantaran motif ekonomi, DS pernah menjual putrinya kepada pria hidung belang dengan bayaran Rp 300.000 hingga Rp 500.000.

https://regional.kompas.com/read/2019/09/20/08135841/kasus-kekerasan-seksual-merebak-di-karawang-safe-house-dibutuhkan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke