Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Renold Putus Kuliah demi Jadi Peternak: Dulu Disebut Gila, Kini Dipanggil Bos

Kompas.com - 19/09/2019, 08:43 WIB
Nansianus Taris,
Farid Assifa

Tim Redaksi

MAUMERE, KOMPAS.com - Leonard Renold Tanto (26), seorang pemuda asal Desa Nampung Lau, Kecamatan Waigete, Kabupaten Sikka, NTT, nekat berhenti kuliah di Surabaya demi ingin menjadi pengusaha.

Padahal, ia sedang menyelesaikan skripsi. Namun Renold memutuskan untuk berhenti demi menjadi peternak babi. Hasilnya, pada 2017, Renold pernah menghasilkan omzet hingga Rp 1 miliar.

Renold menegaskan, dalam menjalani ternak babi itu, dirinya tidak merasa malu dan gengsi.

Baginya, seorang sarjana ataupun orang muda pada umumnya tidak mesti jadi aparat sipil negara atau pegawai kantoran.

Baca juga: Cerita Renold Berhenti Kuliah Saat Skripsi: Jadi Peternak Babi dengan Omzet Miliran Rupiah

Yang paling penting baginya adalah kerja dan menghasilkan uang. Tidak peduli dengan pandangan dan perkataan orang terhadap pekerjaan yang digeluti.

Kunci dalam menjalani sebuah usaha adalah berani dan ulet. Jika kita kerja pasti ada hasilnya.

"Awalnya orang menilai saya gila dan bodoh. Pas 1 tahun menjalani usaha ini pulang ke Jakarta. Teman-teman tanya, penghasilan berapa per bulan. Saya hanya jawab, 1 bulan 60 ekor babi terjual. Satu ekor babi dijual Rp 1 juta. Silakan kalikan sendiri penghasilan berapa. Mereka bingung dan heran. Dari situ, kalau saya ke Jakarta, kawan-kawan panggil saya bos," tutur Renold.

Putus kuliah saat skripsi

Diberitakan Kompas.com, Leonard Renold Tanto (26), seorang pemuda asal Desa Nampung Lau, Kecamatan Waigete, Kabupaten Sikka, NTT.

Pemuda yang sudah berusia 26 tahun ini sudah menempuh pendidikan tinggi hingga semester 8 di kampus Widya Mandala Surabaya dengan jurusan ilmu komunikasi.

Renold bahkan sedang menyelesaikan skripsinya. Tetapi, ia memilih berhenti kuliah dan melepaskan tulisan akhirnya begitu saja dengan alasan bosan.

Ia pun mengaku tidak sedikit pun menyesal berhenti kuliah. Meski sudah menghabiskan waktu studi selama 4 tahun.

Renold juga mengaku kuliah dan ambil jurusan komunikasi tanpa cita-cita mau jadi apa. Tidak ada motivasi apa pun masuk jurusan itu.

"Pada bulan November 2014, saya memutuskan berhenti kuliah. Skripsi saya lepas. Saya pulang Maumere. Alasannya, saya bosan kuliah. Itu saja," kata pemuda yang kerap disapa Renold saat berbincang dengan Kompas.com, Rabu (18/9/2019) siang.

Ia menceritakan, setelah tiba di Maumere, ia langsung memikirkan apa yang harus dikerjakan agar tidak menganggur.

Tidak sampai satu bulan di Maumere, ia memutuskan untuk beternak babi.

Renold menceritakan, awalnya ia tidak mengerti sedikit pun tentang bagaimana beternak babi. Dengan modal uang tiket, ia berangkat ke Bali dan Kupang untuk mempelajaru bagaimana teknisnya orang beternak babi.

"Selama di 2 tempat ini saya belajar vaksin, kebiri, dan takaran obat untuk babi. Selebihnya saya lihat-lihat saja cara mereka merawat babi di kandang," katanya.

Renold mengatakan, ia memilih beternak babi itu punya alasan yang jelas. Prospek ternak babi di Maumere cukup bagus dan menjanjikan.

"Acara apa saja di Maumere pasti butuh babi. Saya putuskan untuk ternak babi. Daripada tidak ada kerja," kata pemuda yang masih status lajang itu.

Renold mengisahkan, awal usaha ternak babi itu, ia mesti pinjam uang di Bank Nasional Indonesia (BNI) cabang Maumere untuk membeli babi.

Menurutnya, dengan meminjam uang di bank itulah membuat dirinya berani dan termotivasi untuk segera menjalankan usaha ternak babi.

Awalnya ia membeli 28 ekor babi betina dan 2 jantan. Dari puluhan induk itulah pelan-pelan menghasilkan ratusan ekor babi seperti sekarang ini.

"Per tahun itu hasil dari ternak babi ini ya, ratusan juta. Satu ekor babi kan dijual Rp 1 juta. Pada tahun 2017 pernah hasil Rp 1 miliar. Sebelum dan sesudah, hasilnya Rp 700 juta dan Rp 800 juta. Tetapi, itu bukan hitung bersih. Kita kan beli pakan, vaksin, obat, dan gaji karyawan. Kalau bersih, ya sekitar Rp 500 juta," tutur Renold.

Tantangan

Renold mengatakan, selama 4 tahun menjalani usaha ternak babi pasti mengalami tantangan. Tantangan yang sering dialami itu adalah anak babi mati dan karyawan berhenti.

Ia menyebutkan, pada tahun 2016 sebagian induk dan anak babi kena penyakit huklera. Ada 5 induk yang mati dan puluhan anak babi yang mati karena penyakit itu.

"Saat itu sempat kecewa dan putus asa. Tetapi tetap bersyukur. Yang penting ada hasil. Saya selalu berpikir positif, setiap usaha pasti ada jatuh bangunnya. Pernah juga saya kerja sendiri. Urus makan dan bersihkan kandang. Tetapi, intinya tetap semangat dan tidak kehilangan harapan," kata Renold.

Baca juga: Kisah Tati, Anak Kernet Bus yang Jadi Dokter Gigi: Jual Tanah hingga Dagang di Kampus untuk Biaya Kuliah

 

Ia melanjutkan, hasil usaha ternak babi diperuntukkan membiayai adik-adiknya yang sedang kuliah 2 orang, gaji karyawan, kredit motor pekerja, dan belanja kebutuhan sehari-hari.

Ia mengatakan, beternak babi itu sebenarnya tidak ribet dan tidak lama jika memahami pola kerjanya.

"Kawinnya kan 1 hari pagi dan sore. Untuk buntingya itu 3 bulan, 3 minggu, dan 3 hari. Satu induk minimal menghasilkan 8 anak dan sampai belasan. Kalau di bawah 8 kita rugi. Dalam 2 bulan kita sudah bisa jual dengan harga Rp 1 juta per ekor," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com