Tak lama setelah meminta pulsa, beberapa pekan setelahnya, ketiga orangtua siswa SMK ini mendapat surat yang menyatakan kapal pencari ikan yang ditumpangi anak-anaknya hilang kontak di sekitar perairan Timor Leste menuju ke Australia.
Pemberitahuan ini justru bukan dilakukan pihak sekolah, tetapi langsung dari perusahaan Kapal Pencari Ikan.
Ketiga orangtua siswa SMK ini langsung menuju sekolah mencari keterangan. Kala itu sekolah belum mengetahui apapun terkait peristiwa tersebut.
Sejumlah orangtua pun langsung menuju ke Bali untuk mengetahui kondisi sesungguhnya.
Mereka terkejut dengan apa yang mereka temukan di sana. Para siswa ini bukan magang, tapi dipekerjakan dengan memalsukan usia. Umur mereka yang rata-rata 16 tahun dinaikkan.
Pihak sekolah pun terkejut dengan fakta ini. Pihak sekolah kala itu mengklaim mempercayakan soal program magang ini pada sosok bernama Mugiri.
Belakangan Mugiri diketahui sebagai calo pencari kerja. Mugiri sendiri akhirnya diadili dan telah divonis penjara atas kasus ini.
Saya mencoba mencari mantan Kepala Sekolah SMKN 1 Sanden, Bantul, Yogyakarta, yang menurut para orangtua sempat meyakinkan para orangtua untuk ikut program magang di kapal pencari ikan di Bali.
Ahmad Fuadi, yang menjabat kepala sekolah saat peristiwa itu terjadi, mengatakan kepada saya bahwa ia merasa kecolongan atas peristiwa ini.
Ia mengaku telah melakukan berbagai cara untuk mencari keberadaan 3 siswanya, diantaranya dengan berkoordinasi dengan Pemprov DIY hingga Kepolisian. Namun gagal.
Ia pun mengaku sempat duduk di kursi pesakitan alias pengadilan, menjalani sidang, meskipun hanya sebatas sebagai saksi.
“Saya akui, saya kecolongan, ya habis bagaimana lagi, saya akui itu!" kata Fuadi
Wawancara saya dengan Ahmad Fuadi, termasuk proses pencariannya, akan ditayangkan lengkap di Program AIMAN, Senin (9/9/2019) pukul 20.00 di KompasTV.
Lalu, di mana keberadaan tiga siswa SMK yang magang dan hilang 9 tahun silam?
Tak ada yang tahu. Apakah kapalnya tenggelam? Tak ada bukti fisik atas kapal ini, juga jenazahnya.