Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ditarik Pajak 10 Persen dan Warung Dijaga Satpol PP, Pengusaha Warkop Protes

Kompas.com - 30/08/2019, 16:52 WIB
Amran Amir,
Farid Assifa

Tim Redaksi

LUWU TIMUR, KOMPAS.com - Ratusan pengusaha warung makanan dan warung kopi di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Jumat (30/08/2019), berunjuk rasa di kantor Badan Pendapatan Keuangan Daerah Luwu Timur untuk menolak kenaikan pajak 10 persen sesuai Peraturan Daerah (Perda) yang berlaku di daerah tersebut.

Kebijakan Pemerintah Kabupaten Luwu Timur tersebut oleh para pengusaha dianggap memberatkan dan ribet serta terkesan melanggar hak privasi pedagang.

Sebab, kata pengusaha, dalam sistem yang diterapkan Dinas Pendapatan Keuangan Daerah, pedagang harus menggunakan mesin invoice atau mesin pencetak transaksi invoice dan mengambil alih peran kasir yang ada di setiap warung makanan dan minuman.

Baca juga: Indekos dengan Kamar di Bawah 10 Unit Juga Bakal Dikenakan Pajak

 

Tak sampai di situ, pemerintah daerah juga menempatkan personel Satpol PP di setiap warung sehingga membuat pengunjung jadi risih. 

Tolak pajak 10 persen

Ketua Asosiasi Pedangan Rumah Makan dan Warkop se-Luwu Timur, Taming mengatakan, pedagang menolak penerapan pajak tersebut dan meminta menjadi pungutan retribusi.

Sebab, kondisi Luwu Timur saat ini tidak bisa disamakan dengan kota besar lain yang sudah pesat kemajuannya.

“Kami pedagang resah dengan diberlakukannya pajak 10 persen dan mengharuskan menggunakan invoice. Kami pedagang sepakat menolak penggunaan Envosie dan sepakat untuk menetapkan retribusi setiap bulan,” kata Taming, saat dikonfirmasi.

Menurutnya, dengan menempatkan petugas Satpol PP di rumah makan maupun warung-warung sangat tidak beretika.

“Cara pemerintah inilah dianggap tidak beretika dan tidak berprikemanusiaan, malah terkesan melanggar hukum dengan menempatkan Satpol PP di rumah makan maupun warung-warung,” ujarnya.

Aksi pedangang ini diterima langsung Kepala Badan Pendapatan dan Keuangan Daerah Luwu Timur, untuk berdialog.

Namun dalam berdialog itu terjadi percekcokan. Pihak pengusaha tidak puas dengan penjelasan yang disampaikan Kepala Dinas Ramadhan Pirade yang mengatakan bahwa pejabat, kontraktor dan tamu dari luar yang masuk ke Luwu Timur lalu makan di warung makan harus diambil uangnya untuk pajak daerah.

Penjelasan inilah menuai kritikan karena tidak semua yang masuk ke warung makan maupun warung kopi adalah pejabat dan kontraktor serta tamu.

“Tamu dari gubernur, DPR daerah, kontraktor pasti akan mencari makan di warung yang dia senangi, masa tidak bisa diambil ungnya untuk pajak,” teriak Ramadhan.

Kebijakan ditunda

Perseteruan ini akhirnya reda setelah Wakil Bupati Luwu Timur Irwan Bachri Syam datang ke ruang dialog untuk menengahi.

Dalam kesempatan itu, Irwan mengatakan, setelah mencermati kondisi pedagang dan keinginan pemerintah daerah, maka kebijakan ini belum bisa diterapkan.

Kebijakan tersebut, menurut Irwan, harus dibahas kembali secara seksama dengan duduk bersama para pedagang.

Baca juga: Dipotong Pajak hingga 68 Persen, 108 Dosen UGM Ajukan Mosi Tidak Percaya

 

Ia juga menyarankan agar dibentuk tim kecil untuk membahas masalah tersebut sehingga semuanya bisa terakomodasi.

“Kita di sini mempertemukan dua kepentingan. Nah, kami juga pemerintah daerah tidak akan menutup mata. Kami juga akan mendengar keluhan dan dimaklumkan bahwa memang pedagang kita di Luwu Timur selain belum bisa menerapkan aplikasi atau pola yang dikeluarkan pemerintah dan KPK saat ini, di sisi lain pedagang di Luwu Timur pendapatannya masih 75 persen di bawah rata-rata,” ujar Irwan.

    

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com