Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Kakek 80 Tahun Bertahan Hidup di Gubuk Reyot, Makan dari Belas Kasihan Tetangga

Kompas.com - 21/08/2019, 11:14 WIB
Sukoco,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

MAGETAN , KOMPAS.com -  Miris sekali nasib Parno, kakek 80 tahun warga Desa Sugih Waras, Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Ia terpaksa tinggal di sebuah gubuk bambu yang sudah lapuk, reyot dan hampir roboh lima tahun terakhir.

Tidak ada bantuan apapun dari pemerintah desanya, bahkan beras miskin sekalipun. Untuk makan minum, ia mengandalkan belas kasihan tetangganya. 

Kepada Kompas.com, Parno mengaku sudah lima tahun menempati gubuk reyotnya tersebut. Sebelumnya ia tinggal dan tidur di sebuah gardu pos ronda.

"Enggak enak sama warga kalau tinggal  di pos ronda, makanya  saya buat gubuk ini. Sudah lima tahun gubuknya,  makanya bambunya mulai lapuk,” ujarnya,  Rabu (21/08/2019).

Sejumlah tiang bambu tampak ditambahkan pada tiang bambu utama agar bangunan yang beratap asbes bantun dari warga tersebut tidak ambruk.

Gubuk yang dihuni oleh Parno sudah tidak layak lagi untuk dihuni karena dinding bambu dipasang jarang jarang sehingga angin dan air hujan dengan leluasa masuk ke dalam rumah.

Baca juga: Kisah Kakek-Nenek di Jombang Naik Haji, Kumpul Uang di Bawah Kasur dari Jualan Bubur

Istri minta cerai

Dia mengaku menghuni gubuk tersebut setelah istri yang dinikahinya minta cerai cerai darinya. Perekonomian menjadi alasan pernikahannya kandas. Sejak muda Parno hanya mampu bekerja sebagi buruh  tanam tebu atau mencari kayu. 

"Dari dulu kerja saya hanya buruh tani atau jual bambu, atau bantu bantu warga dengan upah seikhlasnya,” imbuhnya.

Kemiskinan juga membuat hubungan antara dirinya dengan mantan istri dan kedua anaknya tuyut memburuk. Parno mengaku tak bisa berharap banyak agar hubungannya dengan kedua anaknya berjalan baik.

“Saya tidak berani berharap banyak karena takutnya nanti ana anak tidak berkenan dengan saya karen asaya tidak punya apa-apa,” katanya.

Meski sering terpapar hujan dan angin, Parno mengaku tetap nekat bertahan di gubuknya tersebut  karena tidak mau merepotkan orang lain.

Satu satunya perabot hanya dipan kayu yang sekelilinganya diberi kelambu yang warnanya sudah pudar.

“Takut juga kalau roboh pas hujan angin. Ini bocor semua, saya hanya bertahan di pojokan dipan itu,” ucapnya.

Baca juga: Kisah Bocah Pemulung Viral, Dikira Meninggal Padahal Tidur Pulas

Kerja serabutan, makan dari belas kasihan tetangga

Tak ada perabotan sama sekali di dapur yang menyatu dengan kamar tidur, satu-satunya kamar yang ada di gubuk Parno. 

Dapur yang di tutup kain seadanya karena dinding bambu yang dipasang jarang-jarang hanya terdapat sampah plastik bekas yang berserakan.

Parno mengaku memang tidak memasak karena tidak mempunyai uang untuk membeli peralatan dapur.

Untuk makan sehari-hari Parno lebih banyak diberi oleh tetangganya yang iba dengan nasibnya.

"Makan dikasih sama tetangga, saya sering bantu bantu di situ nyetak bata. Tidak enak kalau dikasih makan terus,” katanya.

Sehari hari kalau tidak membantu tetangganya membuat bata Parno bekerja serabutan.

Kadang bekerja sebagai buruh tanam tebu, kadang bekerja membelah kayu, yang paling sering adalah mencari bambu untuk dijual keliling desa.

“Kadang tiga hari tidak ada pembeli bambu. Kalau ada paling untungnya hanya Rp 25.000,” ucapnya.

Baca juga: Kisah Kakek Kamijan, Andalkan Ketela Pohon untuk Bertahan Hidup

Tak pernah terima bantuan

Meski gubuk yang dihuninya hampir roboh, selama ini Parno tidak pernah menerima bantuan apapun dari pemerintah, baik beras miskin maupun bantuan lainnya.

Parno hanya berharap ada warga yang baik hati memberikan bantuan untuk merenovasi gubuknya yang hampir roboh.

“Harapannya bisa memperbaiki gubuk ini saja, biar musim hujan nanti tidak bocor dan tidak roboh,” pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com