Bahkan, selama berada di hutan, Imam mengaku sangat terbatas berkomunikasi dengan istri dan anak-anaknya.
"Di sini susah sekali sinyal. Kadang mau nelepon istri dan anak-anak di Pekanbaru, karena rindu," ungkap Imam.
Baca juga: 5 Siswa Pingsan akibat Kabut Asap Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut
Waktu menghubungi anak dan istri hanya bisa dilakukan pada malam hari, sambil beristirahat. Karena siang hari sibuk memadamkan api.
"Kalau mau nelepon pas malamnya saja. Tapi, harus mutar-mutar di sekitar camp cari sinyal dulu. Itu pun putus-putus. Tapi, enggak sampai panjat pohonlah," tutur Imam.
Suka duka harus dinikmati oleh Imam, dan juga rekannya yang lain. Karena sudah menjadi tugasnya untuk membantu memadamkan api karhutla.
Selain itu, Imam juga mengaku kesulitan memadamkan api, karena kebakaran sudah meluas dan titik api menyebar. Ditambah lagi asap tebal di lokasi.
Bahkan, untuk menjangkau titik api, dia dan rekannya harus berjalan kaki dua kilometer menggendong air di dalam tangki pompa air manual.
"Titik api ada yang di dekat kanal, tapi ada pula yang jauh. Di lokasi juga pengap karena asap tebal. Saya pas awal masuk sempat pusing dan mual," kata Imam.
Namun, menurutnya, kondisi kebakaran saat ini sudah mulai berkurang setelah dilakukan pemadaman secara ekstra.
"Kami dari TNI di sini ada 50 personel, dari Arhanud 13 Pekanbaru dan jajaran Kodim 0313/Kampar. Kemudian ada juga dari Polri, Manggala Agni, masyarakat peduli api (MPA) dan dibantu perusahaan," sebut Imam.