Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Yusuf Bangun Bisnis dari Modal Minus Rp 2 M, Ganti Strategi hingga Omzet Ratusan Juta

Kompas.com - 16/07/2019, 09:32 WIB
Reni Susanti,
Khairina

Tim Redaksi

 

BANDUNG, KOMPAS.com – Suara ketukan palu terdengar sayup dari salah satu sudut ruangan rumah di daerah Holis Bandung.

Suara tersebut berasal dari martil milik perajin sepatu yang merekatkan upper sepatu dengan bagian sol. Suara itu berpadu dengan alunan musik pop yang bersumber dari sebuah radio di ruangan tersebut.

Di luar ruangan, terlihat dua perajin lainnya. Satu perajin tengah menuangkan lem ke bahan sepatu. Satunya lagi tengah melakukan proses finishing dengan membersihkan sisa lem dan memastikan tidak ada kotoran apapun pada sepatu yang sudah jadi.

Baca juga: Kisah Brigadir Dian, Polisi dengan Tubuh Lumpuh Separuh: Meski Sulit, Tetap Layani Masyarakat Sepenuh Hati (1)

Ketiga perajin itu terlihat cekatan dan serius. Untuk mencairkan suasana, mereka terkadang melontarkan lelucon, hingga suara tawa terdengar ke ruangan lainnya.

Itulah pemandangan yang hampir setiap hari berlangsung di bengkel sepatu LAF Project. Kegiatan yang sudah berlangsung puluhan tahun, namun beda tempat. Dulu di Cibaduyut, kini di Holis.

“Saya generasi ketiga. Sebelumnya ayah dan kakek perajin sepatu di Cibaduyut,” ujar Founder sekaligus CEO LAF Project, Muhamad Yusuf Sahroni (29) kepada Kompas.com, belum lama ini.

Minus Rp 2 Miliar

Pada awalnya bisnis ini dibangun sang ayah, Ahmad Sadeli,  tahun 1978. Setelah melalui lika-liku yang berat, tahun 1993 usaha ini berkembang menjadi salah satu perusahaan eksportir sepatu.

Dalam setahun, mereka bisa mengirimkan 4 kontainer sepatu dress shoes ke Yaman, Timur Tengah. Hingga awal 2017, negara tujuan ekspor mengalami konflik dalam negeri yang berimbas pada terhentinya ekspor.

Perusahaan ayahnya bangkrut dan mengalami kerugian Rp 2 miliar. Tak berapa lama, sang ayah yang putus asa, jatuh sakit.

Baca juga: Cerita Guru Honorer di Pandeglang, Dua Tahun Tinggal di Toilet Sekolah karena Rumah Roboh

Melihat itu, Yusuf keluar kerja dari BRI. Ia bersama seorang kakaknya bertekad membangun usaha baru di bidang sepatu.

Diawali dengan menerima orderan yang dikerjakan dengan cara maklun, sambil belajar membangun brand dan memasarkannya. Sebab, membuat sepatu itu mudah tapi membangun brand dan membuat orang bangga dengan sepatu merknya, itu yang sulit.

“Saya dan kakak memulai usaha dari minus Rp 2 miliar. Saat itu kami jual aset untuk menutupi utang Rp 2 miliar,” ucapnya.

Lulusan Keuangan Perbankan Syariah Unisba ini pun mengambil tabungan pensiunnya Rp 8 juta dan membeli bahan sepatu. Sedangkan kakaknya menguras tabungan untuk membeli sejumlah peralatan produksi.

Pada Agustus 2018, mereka mendirikan LAF Project, nama yang dari anaknya, Muhammad Langit Al-Faruq. Nama itu pun memiliki filosofi dari cerita di Timur Tengah.

Suatu hari, ada seorang kakek tua menanam kurma. Lalu datanglah raja dan bertanya, kenapa menanam kurma, sedangkan si kakek bisa saja meninggal duluan sebelum kurma berbuah.

Lalu kakek itu menjawab, menanam kurma bukan untuk dirinya tapi generasinya. Begitu pula LAF Project yang dibangun bukan untuk dirinya tapi bekal anak-anaknya.

E-Commerce

LAF Project mengambil konsep jauh berbeda dengan perusahaan ayahnya. LAF Project menjual 4 desain, dengan sepatu unggulannya, sneakers knitting.

“Harganya Rp 260.000-280.000. Per bulan kami produksi 200 sepatu, 150 untuk knitting. Tahun depan, kami menargetkan produksi 500 pasang sepatu per bulan,” ucapnya.

Hanya dalam waktu beberapa bulan usahanya membuahkan hasil. Kini, ia memiliki 8 pegawai dengan omzet Rp 30 jutaan per bulan atau ratusan juta per tahun.

Baca juga: Ketegaran Mama Maria Jadi Tulang Punggung Keluarga, Tinggal di Gubuk Reyot dan Hanya Makan Ubi

Pencapaian ini akan sulit dicapai tanpa e-commerce. Ia pernah memasarkan langsung seperti dulu, namun tidak laku dan susah.

Sebab, bagaimana pun, zaman sudah berubah. Orang jarang ke toko. Konsumen inginnya duduk santai, melihat produk, review, dan membelinya dari gadget. Memanfaatkan e-commerce dan marketplace, juga membuat biaya promosi nyaris tidak ada.

Persoalannya, tidak semua UMKM akrab dengan teknologi, seperti dirinya. Saat kenal dengan Blibli melalui seminar dan mendapatkan pendampingan, ia harus belajar keras soal digital marketing.

“Buka laptop aja dah amazing banget. Saya mulai belajar SEO, algoritma, ngulik berbagai hal termasuk memotret produk agar terlihat real dan indah,” ucapnya.

Namun, upayanya tidak sia-sia. Ia sangat terbantu oleh e-commerce. Bahkan kini semua pemasarannya dilakukan secara digital. Hingga pembeli berdatangan dari seluruh Indonesia.

Data Pemerintah Provinsi Jawa Barat, peran e-commerce dalam mengembangkan perkembangan UMKM sangat besar.

Tercatat pengguna internet di Jabar mencapai 98 persen dan e-commerce menyumbang perkembangan ekonomi dan UMKM hingga 33 persen dan pertumbuhannya akan menembus 50 persen.

Data serupa dikeluarkan Sharing Vision. Secara umum, potensi e-commerce di Indonesia hingga tahun 2020 sangat tinggi, dengan nilai totel diprediksi segera menembus Rp 1.500 triliun.

Tips pengusaha pemula

Bagi pengusaha pemula yang ingin memulai bisnisnya, Yusuf mengatakan, mulailah melakukan aksi. Jangan risaukan modal, karena modal bukanlah yang utama. Apalagi di zaman era digital seperti sekarang, dimana promosi menjadi hal yang mudah.

“Ingatlah, saya juga memulai usaha dari minus Rp 2 miliar. Yang dibutuhkan di era digital adalah inovasi yang tiada henti,” ungkapnya.

Selain itu diperlukan mental yang kuat. Seperti bagaimana ia menjalani hidup yang tidak selalu mudah. Saat SD ia berjualan es di lampu merah. Begitupun SMP, hingga perusahaan ayahnya berhasil mengekspor sepatu.

Ia pun berbagi motto hidup yang selalu dipegangnya dalam segala situasi yakni malas tertindas, lambat tertinggal, berhenti mati.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com