Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Napi Perempuan Besarkan Anak di Penjara: ASI yang Utama hingga Fasilitas Bermain (2)

Kompas.com - 13/07/2019, 11:00 WIB
Rachmawati

Editor

"Itu biasanya kami koordinasi dengan Puskesmas Cipto Mulyo untuk dilakukan pada bayi-bayi yang baru lahir sampai usia sembilan bulan, meliputi BCG, DPT terus campak."

"Selain itu kami juga memberikan makanan pendamping ASI, seperti bubur , terus perlengkapan bayi seperti popok, baju bayi. Kami biasanya diberi bantuan dari gereja dan dari Aisyiah," jelas Monicha.

 

Waspada kondisi psikologis ibu

Budi Wahyuni dari Komnas Perempuan mengatakan, selain pemenuhan hak-hak kesehatan, kondisi psikologis ibu yang merawat anaknya di penjara juga harus menjadi perhatian.

"Masalahnya itu karena anak sampai pada usia dua tahun, ASI masih menjadi suatu prasyarat gizi yang bagus buat anak, maka ini yang harus diperhatikan. Tingkat stres seseorang juga pasti akan memperlancar ASI," ujarnya.

Berdasar pemantauan yang dilakukan Komnas Perempuan, belum sepenuhnya pemenuhan kebutuhan khusus ini terpenuhi karena banyaknya keterbatasan.

Misalnya, pelayanan kesehatan tidak selamanya tersedia di setiap lapas, sehingga fasilitas-fasilitas yang lain juga masih digabung dengan pelayanan umum.

Budi Wahyuni menjelaskan pula, seorang narapidana perempuan pernah memberi kesaksian bahwa untuk kebutuhan sehari-hari, mereka terpaksa bekerja di dalam penjara.

"Bekerjanya dilakukan dengan menerima cucian. Tetapi ketika mereka bekerja sebagai buruh cuci, anaknya tidak ada yang jaga sehingga terpaksa dititipkan teman perempuan yang ada di lapas," kata dia.

Baca juga: DE Batal Berangkat Haji karena Hamil Tua dan Diduga Manipulasi Tes Urine

Dia merekomendasikan adanya tempat penitipan anak di dalam penjara yang memungkinkan tahanan perempuan menitipkan anaknya secara aman dan nyaman ketika bekerja.

Budi Wahyuni menambahkan, yang perlu dikritisi adalah manakala perempuan dalam beban yang berlebih, jangan sampai yang muncul adalah pelampiasannya kepada anak.

"Dia sudah menjadi korban dalam hal ini, korban karena situasinya dia harus tinggal di lapas, jangan sampai dia justru akan menjadi pelaku kekerasan kepada anak," kata dia.

"Karena relasi kuasa ini sangat berpeluang menjadi pelaku kekerasan terhadap anaknya misalnya dengan kejenuhan dan kesetresannya dia menjadi tidak sabar. Yang saya soroti adalah bagaimana hak anak tidak terpenuhi karena ibunya stres dan ASI tidak keluar," lanjut Budi Wahyuni.

Setelah anak berusia dua tahun, dia tak lagi diperbolehkan tinggal bersama ibunya di dalam penjara.

Setelah anak berusia dua tahun, dia tak lagi diperbolehkan tinggal bersama ibunya di dalam penjara. dok BBC Indonesia Setelah anak berusia dua tahun, dia tak lagi diperbolehkan tinggal bersama ibunya di dalam penjara.

Kepala Lapas Perempuan Malang, Ika Yusanti, mengatakan pengasuhan anak diutamakan oleh keluarga inti, yakni ibu, kakak atau anak dari sang narapidana perempuan

"Kami tidak ingin memberikan kepada orang lain atau kepada pihak lain yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Karena kami juga menghindari kasus-kasus hukum yang berimbas dari penyerahan balita kepada orang yang kami anggap tidak bisa bertanggung jawab," ujarnya.

Hal ini dimaksudkan untuk menghindari modus penjualan anak yang tidak diinginkan.

Sementara, bagi keluarga yang tidak memiliki keluarga inti atau keluarga inti tersebut enggan mengasuh, maka anak tersebut akan diarahkan untuk dititipkan ke panti sosial milik pemerintah.

"Saya merasa itu adalah kebijakan yang paling aman daripada anak itu kita serahkan ke orang lain yang tidak bisa dipertanggungjawabkan, baik pola pengasuhannya maupun status hukum anak tersebut," cetus Ika.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com