Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Ali Fauzi Beri "Kehidupan" Baru bagi Mantan Napi Terorisme

Kompas.com - 04/05/2019, 16:51 WIB
Hamzah Arfah,
Khairina

Tim Redaksi

LAMONGAN, KOMPAS.com - Bertempat di Desa Tenggulun, Kecamatan Solokuro, Lamongan, Ali Fauzi, yang tidak lain merupakan adik kandung dari Amrozi dan Ali Ghufron, pelaku teror bom Bali, dua tahun silam mendirikan Yayasan Lingkar Perdamaian (YLP) bersama dengan para mantan narapidana terorisme (napiter) lain di Indonesia.

YLP dikatakan menjadi sebagai satu-satunya yayasan yang bergerak di bidang Control Flow Integrity (CFI), yang coba untuk menjauhkan dari sifat-sifat destruktif, termasuk pengeboman, yang sempat dilakukan olehnya dan para anggota yayasan sebelumnya.

Mereka berusaha kembali meyakinkan dan mengajak para mantan napiter yang sudah menjalani masa hukuman, untuk kembali menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Baca juga: Upaya Adik Pelaku Bom Bali Rangkul Napi Terorisme Dapat Pujian BNPT

Anggota YLP bahkan biasa menjenguk mereka yang terjerat kasus terorisme dan masih berada dalam lapas (lembaga pemasyarakatan), untuk coba mengubah paradigma mereka selama ini.

"Proses deradikalisme itu tak semudah yang diomongkan, perlu waktu, perlu timing yang tepat, perlu jurus yang tepat. Karena akar terorisme tidak tunggal, bahkan saling berkaitan. Karenanya penanganan tidak bisa tunggal, harus banyak aspek, perspektif, dan juga metodologi," kata Ali Fauzi kepada Kompas.com, Jumat (3/5/2019).

"Ibarat penyakit, terorisme ini sudah masuk level komplikasi, butuh penanganan khusus dan dokter spesialis," sambungnya.

Ali Fauzi pun mengakui, jika dirinya dan para anggota YLP kini menyadari, apa yang sempat mereka lakukan di masa lalu itu tidak benar. Hal ini yang coba ia dan anggota YLP tularkan kepada para napiter lain.

"Dulu kita yang di sini (YLP) hampir 99 persen pernah menjadi pasien dan mengidap penyakit itu, sekarang sudah sembuh ingin kemudian menularkan apa kiat-kiat untuk bisa menjadi sembuh," kata dia.

"Tentu dalam proses transformasi itu tidak mudah, ada yang cepat, ada juga yang lama. Tergantung kita memberikan resep obat itu kepada yang bersangkutan," lanjutnya.

Bahkan, Ali Fauzi menceritakan tidak jarang pula ia maupun anggota YLP yang hendak menyadarkan mendapat 'penolakan' dan bahkan pertentangan dari napiter.

Ia juga tak jarang dikatakan murtad maupun kafir, atas apa yang dilakukan olehnya saat ini.

"Itu biasa bagi saya, karena yang bersangkutan belum paham. Menuduh saya murtad, dikatakan kafir, itu tidak masalah bagi saya, no problem. Saya menyadari itu karena mereka level radikalnya masih kuat. Oleh karenanya, butuh waktu, step by step, dan juga formula yang pas," tutur dia.

Baca juga: Pemilu 2019, Sebagian Napi Terorisme di Nusakambangan Mencoblos

"Tentu sebelum saya melakukan program deradikalisme itu, saya akan profiling dulu, masuknya bagaimana, pendekatan kepada dia itu yang baik apa, termasuk mencari siapa kawan akrabnya," papar Ali Fauzi.

Ia pun mengatakan, tidak ada metode pakem bagi dirinya untuk dapat menyadarkan mantan teroris agar kembali mengakui NKRI.

Karena, hal itu menurut Ali dilakukan dengan melihat kondisi, situasi, serta perilaku yang bersangkutan.

"Misal yang masih di dalam lapas, saya juga melihat siapa yang dituakan (senioritas) olehnya. Karena bisa saja dia tidak menganggap saya dan tidak menghormati saya, karena jalurnya bukan dari saya. Makanya saya sering mencari siapa anggota yang saya bina di sini (YLP), masuknya dari situ," kata Ali.

Saat ini ada sebanyak 87 mantan napiter yang menjadi anggota YLP. Ali Fauzi coba memberikan 'kehidupan' baru bagi dirinya dan para anggota untuk bisa diterima kembali di tengah-tengah masyarakat.

Karena, selain mantan napiter, di YLP juga mendidik anak-anak, janda, serta para istri yang suaminya masih dipenjara karena kasus terorisme.

Dalam kesempatan sebelumnya, Ali Fauzi juga sempat menerangkan, jika para anggota YLP dan juga keluarga yang sudah cukup umur dan masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), turut menyalurkan hak pilihnya dalam Pemilu 2019.

Sebuah pemandangan yang tidak ditemui dalam edisi pemilu sebelumnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com