Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tri Purwo Handoyo, Pelopor Pengelolaan Sampah Organik di Lampung Utara

Kompas.com - 22/01/2019, 14:00 WIB
Kontributor Lampung, Eni Muslihah,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

BANDAR LAMPUNG, KOMPAS.com - Tak selamanya sampah dianggap sumber penyakit dan seonggokan barang yang tidak bermanfaat.

Justru di tangan Tri Purwo Handoyo (53), warga Kelurahan Rejosari, Kecamatan Kota Bumi, Kabupaten Lampung Utara, sampah bisa bernilai.

Tiada hari tanpa bercengkrama dengan sampah. Baginya, sampah adalah teman baik dan dapat bernilai ekonomis untuk keluarga.

Setiap hari, rumah tangga mengeluarkan sampah organik dan anorganik.

"Sampah anorganik dari rumah ini, saya kumpulkan lalu diberikan pada tukang rongsok," kata Tri Handoyo, saat ditemui Kompas.com, beberapa waktu lalu.

Sebisa mungkin, dia mengurangi penggunaan sampah plastik, membantu bumi untuk mengurangi bebannya.

Baca juga: Ini Penyebab Sampah Muncul Lagi di Kali Pisang Batu Bekasi

Memang, volume sampah di kabupaten tempatnya tinggal belum seberapa. Lahan masih luas dan jumlah penduduk juga tidak padat.

Namun, dia berpikir ke depan bukan tidak mungkin daerahnya menjadi penghasil sampah terbanyak.

"Karena itu, saya terpanggil untuk mencari cara bagaimana sampah rumah tangga bisa terkelola," kata dia.

Rumah bibitbyang disiapkan untuk tetangga sekitar Tri Purwo HandoyoKontributor Lampung, Eni Muslihah Rumah bibitbyang disiapkan untuk tetangga sekitar Tri Purwo Handoyo

Mengembangkan terobosan pengelolaan sampah organik

Sejak tahun 2009, Tri mencari terobosan mengelola sampah organik yang tidak mengeluarkan bau.

"Saya browsing mencari metodenya dan akhirnya berhasil," kata dia.

Seorang alumni sekolah perkebunan ini, menemukan metode pengurai sampah organik dengan cairan MOL.

Cairan MOL, bisa didapat bahan bakunya dari dapur sendiri. Seperti air cucian beras dicampurkan dengan gula atau air kelapa, kecap, sisa madu dan juga campuran sisa-sisa potongan buah atau kulit buah.

"Biarkan sampai mengeluarkan bau seperti tapai kurang lebih 1 minggu," ujar dia.

Cairan ini disemprotkan ke dalam komposer yang sudah berisikan sampah organik.

Bahan tersebut berfungsi untuk mempercepat proses penguraian sampah organik.

Baca juga: Kelurahan di Bandung Kelola Sampah Organik dengan Belatung

"Cara mengelolanya, saya memisahkan jenis sampah terlebih dahulu, kemudian mencacahnya menjadi bagian kecil," ujar dia.

Tujuannya, agar organisme mudah untuk memproses sampah yang dihasilkan dari rumah tangga.

Sampah tersebut dimasukan ke dalam komposter yang terbuat dari ember. Di dalamnya memuat komponen pipa yang berfungsi sebagai alat bernafas sampah.

Kemudian, selang atau keran untuk mengeluarkan cairan lalu dibuatkan seperti pintu di sisi samping untuk mengeluarkan sampah yang sudah terproses.

"Untuk memisahkan cairan dengan ampasnya, disediakan seperti tengahan panci penanak nasi," kata dia.

Model komposer yang digunakan untuk mengelola sampah organik yang dikembangkam Tri Purwo HandoyoKontributor Lampung, Eni Muslihah Model komposer yang digunakan untuk mengelola sampah organik yang dikembangkam Tri Purwo Handoyo

Diikuti tetangga

Untuk membangun kesadaran bersama di tengah masyarakat rupanya tidak mudah.

Beberapa kali Tri mencoba untuk mengajak partisipasi masyarakat tetapi selalu tidak pernah membuahkan hasil.

"Butuh waktu 10 tahun untuk bisa membuat warga mau mengelola sampah rumahnya sendiri," kata Tri.

Tetapi, Tri tidak pernah putus asa. Dia terus mengembangkan di rumahnya sendiri.

Di sekeliling rumahnya penuh dengan tanaman. Mulai dari sayuran, cabai, tomat, bawang dan buah-buahan.

"Hampir dipastikan istri saya tidak pernah membeli sayuran lagi karena kebutuhan sayuran kami sudah ada di halaman sendiri," ujar dia.

Kerimbunan halaman rumah, rupanya menarik perhatian tetangganya atau siapapun yang datang bertamu ke rumahnya.

Baca juga: Ubah Sampah Jadi Nilai Tambah, Pemkot Surabaya Tekan Volume Sampah Organik

Akhirnya, metode pengelolaan sampah organik menjadi gerakan bersama di lingkungan tempat tinggal Tri.

Tersedia satu gentong komposer untuk menampung tiga sampah rumah tangga.

Setiap teras rumah tangga, sejak tahun 2017, berjejer tanaman organik yang dapat mereka nikmati sendiri.

Tidak sampai di situ saja, metode pengelolaan sampah yang dikembangkan oleh Tri, rupanya dikembangkan di kecamatan lainnya, bahkan juga digunakan untuk mengelola sampah Pasar Wonomarto di Kabupaten Lampung Utara.

"Hasil kompos yang terkelola, digunakan untuk memupuk tanaman padi di sawah-sawah para petani. Tetapi, saya sendiri belum tahu bagaimana hasil uji cobanya karena ini masih sangat baru," tutur dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com