KOMPAS.com — Nyaris hampir sejauh mata memandang, yang tampak pada Jumat (7/12/2018) siang itu hanya hamparan ribuan kolam lele. Masing-masing kolam berukuran 300–500 meter persegi.
Hamparan kolam atau tambak lele itu berada di Desa Krimun dan Desa Puntang, Kecamatan Lohsarang, Indramayu, Jawa Barat. Paling ujung kelihatan garis pantai tipis-tipis, sedangkan di pinggiran tambak terlihat beberapa petak sawah.
Lebih dari separuh lahan di dua desa tersebut didominasi usaha tambak lele. Bahkan Desa Krimun, sekitar 80 persen dari luas lahan 615 hektar, dimanfaatkan untuk budidaya lele.
Baca juga: Perikanan Digital, Beri Makan Kolam Lele dengan Aplikasi di Ponsel
Desa yang bersuhu 28-30 derajat celcius ini terdiri dari empat dusun dengan 4 rukun warga dan 14 rukun tetangga, berbatasan dengan Desa Cemara Kulon di utara, Desa Manggungan Kecamatan Terisi di selatan, Desa Puntang di timur, dan Desa Losarang di barat.
Kedua desa ini awalnya beternak udang windu pada akhir 80-an. Tetapi di awal 90-an, bencana terjadi. Budi daya udang windu hancur karena air laut di pesisir pantai Losarang tercemar limbah. Ribuan benur mati. Para petambak rugi hingga ratusan juta rupiah.
Salah seorang petambak udang, Carmin Iswahyudi, tak luput dari bencana tersebut. Di tengah kegalauan, ia mengamati beberapa peternak lele yang “bermain di pinggiran” tambak tambak udang windu selamat dari bencana. Terpikir olehnya, mengapa tidak beralih beternak lele saja?
Carmin yang akrab disapa Maming lalu menebar ribuan bibit lele asal penangkaran di Cirebon, dan Parung Bogor. Bibit ia tebar ke 20 kolam masing masing seluas 500 meter persegi.
Dua setengah bulan kemudian ia sudah memetik hasilnya. Permintaan lele dari sekitar 3 ton per hari, naik menjadi 7 ton per hari. Setelah Maming membentuk kelompok peternak lele tahun 2003, jumlah tambak lele kelompoknya mencapai 25 hektar.
“Nama lain selain Pak Maming, ada Haji Mardiah, Pak Drajat, dan Haji Ronny. Sekarang muncul generasi baru seperti Pak Mahfud, dan Pak Apri, dan saya,” kata Sarman (40), juragan lele generasi baru saat ditemui di tengah tambak miliknya, Jumat (7/12/2018) siang.
Di salah satu kolam lele, tampak dua pekerja sedang menyortir ratusan ekor lele. Sebagian dipindahkan ke kolam lain.
Sekitar 100 meter dari tempat ia duduk tampak satu truk berukuran sedang memuat beberapa kuintal lele untuk dibawa ke Jakarta.
“Panen dilakukan siang menjelang sore seperti hari ini. Sampai Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, atau Bekasi, malam,” tutur Sarman yang akrab dipanggil Juragan Maman.
Ia bercerita, awalnya, di awal tahun 2000-an ia ikut mertuanya memelihara udang windu, lalu beralih memelihara lele, mengikuti jejak Maming.
Dari hasil bekerja membantu sang mertua, ia membeli satu kolam atau tambak lele. Tahun demi tahun jumlah kolam yang ia miliki bertambah, terutama setelah tahun 2010.
Luas kolam masing-masing umumnya berukuran sekitar 500 meter persegi. Ke-200 kolam Maman ini belum termasuk puluhan kolam peternak lele lain yang digadaikan kepadanya.
“Peternak di sini biasa menggadaikan kolamnya kepada peternak lain jika yang bersangkutan tiba-tiba membutuhkan uang dalam jumlah besar. Saat kolam digadaikan, peternak lele yang menerima gadai memanfaatkan kolam yang digadai untuk memelihara lele,” papar Maman.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.